Search

2 Jan 2009

SAYA DIMINTA JADI LURAH, HAHAHAH!


MUSIM pilkades merebak di Demak. Seorang kerabat yang mengabdi di Kecamatan Wonosalam, Demak, mengirim SMS begini pada 21 Desember lalu: “Rief, nyalon lurah aja. Kalau mau nggak usah keluar duit. Saya jamin kamu jadi.”

Saya terlongong. Lurah? Apa tidak salah? Bukankah saya tak punya talenta membangun desa? Ngomong di depan seminar mungkin lancar. Lha ini mesti pidato di depan warga dengan Bahasa Jawa. Bukan saya tak mampu berbahasa Jawa, tetapi di hadapan massa yang tingkat pendidikannya rendah adalah masalah.

Problem yang menerpa bukan itu saja. Saya harus menjadi pendekar untuk melancarkan saluran, memperjuangkan jalan supaya enak diinjak, belitan program KB dan posyandu, hingga masalah remeh macam menengahi pertengkaran warga, cekcok suami istri, dan sebagainya, dan seterusnya.

Usai menerima SMS itu, saya sempat berangan, ah, andai jadi lurah, saya akan bawa komputer spesifikasi tinggi ke balai pertemuan, mengaliri dusun dengan internet, dan membuat koran. Koran beroplag kecil tapi menyulut antusiasme warga. Saya juga berencana menggelar press conference rutin saban bulan, mengundang kawan-kawan wartawan untuk menginformasikan progresi desa kami.

Namun itu cuma khayalan kecil. Kepala desa, kini, bukan jabatan gurih seperti masa lalu. Dulu, lurah dijabat sepanjang masa. Sekarang masa bhakti hanya lima tahun, dengan bengkok (bayaran berupa sawah) seluas 25 bahu (lebih kurang 5 hektar). Sawah yang bersifat pinjaman. Jika tak menjadi lurah, mantan kepala desa harus mengembalikannya lagi ke negara.

Upah yang saya rasa tak cukup untuk membayar pengorbanan jiwa, raga, waktu, pikiran, dan mental. Menghadapi warga desa persis menimang bayi. Salah susu, maka si bayi teriak kencang dan susah didiamkan.

Tapi, alamak, para calon kades mengejar jabatan ini hingga liang lahat. Uang dihamburkan hanya untuk memperoleh baju lurah. Seorang calon kades di sebuah desa di Kecamatan Dempet, Demak, Jateng -- sebut saja Handono – mengaku menggelontorkan dana Rp 800 juta. Padahal, ia digampar ending yang sangat tak enak: gagal menjadi lurah!

Pilkades tak ubahnya pilkada kabupaten/kota, pilgub, bahkan pilpres. Dana disiapkan untuk menyuap warga supaya mencoblos calon bersangkutan. Handono, menurut sumber yang sangat layak dipercaya, memberi angpaw sebesar Rp 250 ribu kepada setiap pencoblos. Itu belum 'serangan fajar' berupa Rp 20 ribu bagi mereka yang bersiap menuju TPS, serta barang-barang berupa sarung atau kain untuk upeti warga. Hitung saja andai pencoblos di desa ini berjumlah 5000 orang.

Saya curiga, jangan-jangan kerabat yang meng-SMS saya itu salah satu calo lurah ...


8 komentar:

Anonim mengatakan...

yak ampun masih ada juga sogok-menyogok sampe 800 juta? pakai beli suara segala lagi. tadinya kupikir kejadian begini udah lagu lama. tapi ternyata lagu lama tetap nikmat dikumandangkan

handono itu gagal krn ketauan curang?

udah rief, aku dukung keputusanmu gak mencalonkan diri. mending stick to your profession as a journalist & blogger:P

Ge Siahaya mengatakan...

Weh pak, saya mendukung kalo bapak jadi Lurah, siapa tau bisa memajukan desa, ayo dong, apalagi katanya ga perlu sogok menyogok (kan ga perlu keluar duit katanya) en pasti jadi gitu kan? Apa salahnya? Mbokya di coba dulu? Demi idealisme: memajukan desa, membuat desa menjadi desa percontohan, huhuiiiy... masak siy ga mau? Ga mau ya? Yawudah, tapi rasanya itu pengalaman yg cukup menarik, hihihiii...

Anonim mengatakan...

ah, mosok tanpa modal bisa mas ? sama sekali dan pasti jadi. whalah....dolanan apa maneh iki ?
hmm...patut curiga tuh. ada apa dibalik itu ?

kalo tetanggaku di plamongan, malah niat banget jadi lurah. dan didukung suaminya. jadi lurah batursari. entah, kayake gagal kemarin itu. nggak jadi.
sekarang mungkin baru menyesali diri tuh.

Sekar Lawu mengatakan...

keuputusan terbaik, dan bener kata nita, sampeyan lebih pas jadi jurnalis dan blogger saja. Yen dadi lurah entar nge blog bisa kether..kojur aku kelangan sampeyan, Mas arif...qiqiqi

Nah, kaluk jadi lurah semar mungkin baru pas...cubak ngaca dulu..apa bokong dan perut sudah cukup gendut ?

goresan pena mengatakan...

hah... suap lagi...
kayaknya nggak mungkin deh mas tanpa keluar duit bisa jadi lurah...
padahal yah ituu... besra pasak dari tiang...

andai uang segitu 10% nya aja dikasi pinjem ke saya... dah tak bikin usaha apaaaa... gitu...hehehe...

nggak tau deh...

lintang mengatakan...

memang jabatan lurah jaman sekarang gak segurih dulu harus banyak berkorban.

Anonim mengatakan...

pak lurah.. ayo maju pak!! sebagai penduduk jawa tengah saya mendukung pak.. hidup pak arif.!!!

Anonim mengatakan...

kaluk jadi lurah, setiap petani wajib nge-blog! horok!