Lagu “You Rise Me Up” milik Josh Groban sayup-sayup menghilang bersama munculnya credit title di layar kaca. Saat itulah saya masih terisak ...
PEREMPUAN berbaju kuning ini melongokkan kepala ke kabin becak. “Pak, bisa mengantar saya?” Ucapnya sambil meringis.
“Bisa, Bu. Kemana?” Kata abang becak dari kursinya.
“Ke Rumah Sakit Dokter Kariadi. Jauh enggak, Pak? Perut saya mulai mulas,” ujarnya sesayup sampai sembari mengelus kandungannya yang besar.
“Wah, jauh, Bu. Tapi tak masalah kalau Ibu membayar 30 ribu,” ujar si tukang becak girang lantaran sebentar lagi bakal meraup rejeki.
“Tapi uang saya tadi hilang. Dompet saya dicuri orang ... ” kata si perempuan masih dengan mimik muka memelas. Raut muka tukang becak berubah tentu saja, dari senang menjadi kelu.
“Wah, kalau begitu nggak bisa, Bu. Saya harus menyetor uang ke juragan,” ucapnya seraya memalingkan muka, membiarkan sang ibu merana di sela bias mentari yang gencar memanggang kepala.
Perempuan ini berlalu, menyeret sendal jepitnya di kerikil. Sudah lebih 10 jam ia datang dan pergi ke abang-abang becak. Total 136 becak menolak. Panas mulai beringsut ke barat, tetapi perih perut si ibu makin merejam. Lunglai dan putus asa menyirami wajahnya. Rasa sakit akibat orok yang mulai meronta membuatnya nyaris pingsan, bahkan barangkali mati.
Di tengah frustrasi, ia mendekati becak ke-137. Dengan kalimat yang sama dalam harap yang mulai sirna, ia kembali memohon. Si bapak – yang kemudian diketahui bernama Toyib – memandang sebentar wajah si perempuan. Tiga detik kemudian, ia menyambar lengan si ibu, membimbingnya menaiki becak, dibantu beberapa orang lain di sana. Lalu mulailah ia mengayuh. Peluh merembes di bajunya yang dekil. Tak ayal napasnya tersengal saat ia mendorong becak di tanjakan.
Pria 60 tahun itu mulai mengerem kala becak mendekati gerbang belakang Kariadi. Dengan penuh perhatian ia mengangkat bagian belakang becaknya, mempersilakan si ibu turun dengan santun, kemudian mengantar penumpangnya hingga ambang gerbang.
Pak Toyib merasa sangat lega, meski baru saja ia kehilangan Rp 25 ribu, angka yang amat besar baginya.
Tetapi Tuhan tak pernah tidur. Mendadak, entah datangnya dari mana, seorang gadis muda mendatanginya dan bertanya, mengapa ia mau menarik becak untuk sesuatu yang cuma-cuma. Ia menjawab, “Saya kasihan padanya. Ia hamil tua dan sedang kehilangan uang.”
Gadis muda itu merogoh tas, menarik beberapa lembar 50 ribuan, dan menyodorkannya pada Pak Toyib. Terkejut, ia pun melongo. Si gadis menarik tangan Pak Toyib, lalu menangkupkan tumpukan uang ke telapak sang bapak.
Pak Toyib roboh. Ia memanjatkan syukur yang lafalnya tak jelas. Airmata meleleh deras. Ia meraung pendek-pendek, menyulut simpati orang-orang yang mengerumuninya. Mereka sontak memberi selamat, menepuk-nepuk pundak, bahkan seorang ibu mencium dahi pria tua ini.
ITU adegan program “Minta Tolong” RCTI, Selasa sore kemarin, yang setingnya di Semarang. Reality show yang menguji kepedulian. Orang 'ditantang' untuk kebajikan dalam kemiskinan.
Saya hanyut dalam emosi yang meninggi tatkala sekian puluh tukang becak menolak mengantar perempuan renta dan tersiksa karena hamil tua, ditambah pula kehilangan uang. Saya marah dan memaki. Saya merutuki orang-orang yang kehilangan kepekaan. Saya sumpah serapahi mereka yang dijilati setan sehingga tak punya belas kasihan.
Dan saya pun meraung tatkala Pak Toyib muncul sebagai malaikat. Pria dengan sisa-sisa napas. Orang lapuk yang dijejali kerut merut di pipi. Lelaki dengan kemiskinan harta tetapi kaya hati!
Saya masih terisak tatkala "Minta Tolong" berganti program lain, menyisakan You Rise Me Up di ujung acara yang terus bergaung di telinga ...
***
PEREMPUAN berbaju kuning ini melongokkan kepala ke kabin becak. “Pak, bisa mengantar saya?” Ucapnya sambil meringis.
“Bisa, Bu. Kemana?” Kata abang becak dari kursinya.
“Ke Rumah Sakit Dokter Kariadi. Jauh enggak, Pak? Perut saya mulai mulas,” ujarnya sesayup sampai sembari mengelus kandungannya yang besar.
“Wah, jauh, Bu. Tapi tak masalah kalau Ibu membayar 30 ribu,” ujar si tukang becak girang lantaran sebentar lagi bakal meraup rejeki.
“Tapi uang saya tadi hilang. Dompet saya dicuri orang ... ” kata si perempuan masih dengan mimik muka memelas. Raut muka tukang becak berubah tentu saja, dari senang menjadi kelu.
“Wah, kalau begitu nggak bisa, Bu. Saya harus menyetor uang ke juragan,” ucapnya seraya memalingkan muka, membiarkan sang ibu merana di sela bias mentari yang gencar memanggang kepala.
Perempuan ini berlalu, menyeret sendal jepitnya di kerikil. Sudah lebih 10 jam ia datang dan pergi ke abang-abang becak. Total 136 becak menolak. Panas mulai beringsut ke barat, tetapi perih perut si ibu makin merejam. Lunglai dan putus asa menyirami wajahnya. Rasa sakit akibat orok yang mulai meronta membuatnya nyaris pingsan, bahkan barangkali mati.
Di tengah frustrasi, ia mendekati becak ke-137. Dengan kalimat yang sama dalam harap yang mulai sirna, ia kembali memohon. Si bapak – yang kemudian diketahui bernama Toyib – memandang sebentar wajah si perempuan. Tiga detik kemudian, ia menyambar lengan si ibu, membimbingnya menaiki becak, dibantu beberapa orang lain di sana. Lalu mulailah ia mengayuh. Peluh merembes di bajunya yang dekil. Tak ayal napasnya tersengal saat ia mendorong becak di tanjakan.
Pria 60 tahun itu mulai mengerem kala becak mendekati gerbang belakang Kariadi. Dengan penuh perhatian ia mengangkat bagian belakang becaknya, mempersilakan si ibu turun dengan santun, kemudian mengantar penumpangnya hingga ambang gerbang.
Pak Toyib merasa sangat lega, meski baru saja ia kehilangan Rp 25 ribu, angka yang amat besar baginya.
Tetapi Tuhan tak pernah tidur. Mendadak, entah datangnya dari mana, seorang gadis muda mendatanginya dan bertanya, mengapa ia mau menarik becak untuk sesuatu yang cuma-cuma. Ia menjawab, “Saya kasihan padanya. Ia hamil tua dan sedang kehilangan uang.”
Gadis muda itu merogoh tas, menarik beberapa lembar 50 ribuan, dan menyodorkannya pada Pak Toyib. Terkejut, ia pun melongo. Si gadis menarik tangan Pak Toyib, lalu menangkupkan tumpukan uang ke telapak sang bapak.
Pak Toyib roboh. Ia memanjatkan syukur yang lafalnya tak jelas. Airmata meleleh deras. Ia meraung pendek-pendek, menyulut simpati orang-orang yang mengerumuninya. Mereka sontak memberi selamat, menepuk-nepuk pundak, bahkan seorang ibu mencium dahi pria tua ini.
***
ITU adegan program “Minta Tolong” RCTI, Selasa sore kemarin, yang setingnya di Semarang. Reality show yang menguji kepedulian. Orang 'ditantang' untuk kebajikan dalam kemiskinan.
Saya hanyut dalam emosi yang meninggi tatkala sekian puluh tukang becak menolak mengantar perempuan renta dan tersiksa karena hamil tua, ditambah pula kehilangan uang. Saya marah dan memaki. Saya merutuki orang-orang yang kehilangan kepekaan. Saya sumpah serapahi mereka yang dijilati setan sehingga tak punya belas kasihan.
Dan saya pun meraung tatkala Pak Toyib muncul sebagai malaikat. Pria dengan sisa-sisa napas. Orang lapuk yang dijejali kerut merut di pipi. Lelaki dengan kemiskinan harta tetapi kaya hati!
Saya masih terisak tatkala "Minta Tolong" berganti program lain, menyisakan You Rise Me Up di ujung acara yang terus bergaung di telinga ...
24 komentar:
jiwa memberi disaat tidak ada yang bs diberi .. ini sulit n tingkat keihklasannya tinggi... saluut ya.
jadi malu nih aku...
"Kaya hati adalah kaya yang hakiki"
Tidak ada lagi kekayaan yang bisa mengatasi kaya hati. Kalau hati sudah kaya, maka kekayaan akan dirasakan di mana-mana dan apapun keadaannya...orang yang kaya hati akan tetap kaya selama-lamanya...
"Di tengah frustrasi, ia mendekati becak ke-137"
duh, bener2 tega abang2 becak itu. lebih 100 becak menolak mengantarnya ke RS?
dulu saya juga sering nonton 'minta tolong' dan sering trenyuh melihat kenyataan yg sebenarnya. ternyata orang2 udah sedemikian berhati getir sehingga enggan menolong sesama yg membutuhkan
abang becak = kemiskinan. saya pikir kemiskinan bisa bikin hati getir dan pahit
KaSihaN mEmaNG OoM IbU-IbU HaMiL, MalaH kALo Di BuS SeRiNg JuGa GaG DiKasIh TeMPaT DuDuK SaMa BaPAk-bApAk. TaPi OoM cEnGEnG BeNER! ReALiTy ShoW ItU CuMA DiAtUR AdEGaNnYa BoSS SuPAya PeNoNToN EmOSiNya BiSa KeNA. JaDi JAnGAn CeNGeNG LaGi BoSS, CuP CuP CuP.
Telah kering bumi ini dari sikap mengabdi dan memberi. Bumi telah gonjang-ganjing dan jatuh berdebum. Saya ingin marah membaca postingan ini, lebih karena saya nggak terima menyaksikan kenyataan pahit menimpa seorang perempuan hamil.
hiks hiks, tega bener si abang becak ...
wahahaha masih suka nonton gituan ya mas? Tapi aku yakin yg tersaji di program "Minta Tolong" itu realita dalam kehidupan di sekitar kita. Kenyataan yang getir dan pahit karena disebabkan oleh adagium bahwa "semua hal adalah uang".
saya...
saya merasa miskin hati...
mudah2an masih banyak hati nurani diluar sana yg siap diberikan utk sesamanya...sebuah ketulusan yang membuat sy sangat iri..terima kasih mas sudah berbagi dg kami
Gusti Allah ora Sare :)
Itu memang bener, Mas...
Diantara sekian banyak prasangka buruk yang mendarah daging di Ibukota Jakarta, ini membuat semua orang menutup hati atas hal yang remeh...
Membantu orang,
semoga tontonan seperti itu bisa sedikit membuka hati nurani yang sempat tertutup, dan semoga dengan adanya orang seperti mas yang senantiasa berbagi tulisan, membuat kita di ingatkan kembali..
Give to live and live to give :)
emang sy rasa kepedulian tuh dah engga ada lg di tengah2 kt. semua kudu uang dan imbalan. smua kudu duit dan fulus. enakan di kampung sy, apa-apa bs ditawar bahkan ga bayar, hihihihi
Subhanallah masih ada manusia ky Pak Toyeb. Semoga ia diberkahi di setiap langkah, amin.
Allah meridloi kebajikan, dan sangat membenci org2 yang kikir.
Saya terluka tiap kali kali menyaksikan perempuan terlunta lantaran tak mendapatkan kursi di bus kota.
Lha ini malah hamil besar yang terseok-seok di tepian jalan, tanpa seorang pun mau menolongnya. Biadab!
memotret kondisi sosial semacam ini amat jarang lagi dilakukan org. mas arief pintar membidik ceruk yang menciptakan kesadaran pada kita semua akan pentingnya peduli pada sesama.
Salut!
baru kusadari, trnyata kamu msh secengeng dulu, kang, wakakakaka ...
Cerita ini bikin saya pilu ...
Salut mas, great story
dalam kasus ini saya jg ngga bs menyalahkan tukang becaknya. dia perlu uang untuk setoran dan makan siang, sedangkan duit belum masuk ke kantongnya. bisa jadi tempat negosiasi di ibu dengan abang becak itu tempatnya sangat jauh dengan tujuan (RS Kariadi).
Itu pendapat saya. tapi, apapun kepekaan org sekarang ini emang mulai luntur.
deuh, kesian banget si ibu ...
Hmm.. mau liat yg namanya Superhero, bukan batman, bukan superman dan bukan spiderman saudara dan saudari, tapi ya manusia2 kayak Pak Toyib ini, nah ini baru idola saya.
Balik lagi mau nambahin, tp mmg si mas ini c-e-n-g-e-n-g deh... xixixixiii..
Sulit untuk tetap punya hati yang tulus untuk menolong di tengah jaman sekarang dimana banyak orang yang malah memanfaatkan kebaikan orang yang menolongnya.
saya juga menontonnya, dengan kepala pening... dengan mata pedas, karena tubuh sedang panas2nya....
saat kita bicara "teganya...orang itu"..
belum tentu kita lebih baik dari 136 tukang becak itu... coba kita tanya pada hati kita dengan jujur.
pernah kah kita ikhlas saat memberikan beberapa receh rupiah kita pada mereka yang di jalanan? dan pernahkah kita tidak mengeluhkan mereka?
he....
Posting Komentar