Search

29 Jan 2009

MENIKAH ADALAH PERJUDIAN?


Benarkah menikah adalah kunci membuka gerbang kegersangan?

***

ROFIQ mencegat saya tatkala saya membelok untuk menjauhi gang rumah. Saya pikir ia mau menodong rokok, seperti biasanya. Tapi meleset. “Mas, cariin istri, dong. Saya bosan membujang,” ujarnya meringis dari luar jendela kaca.

Saya meneliti wajahnya. Muka yang ganteng tidak jelek pun tidak ini menyeringai. Tapi sejurus kemudian mimiknya berkerut, alias serius.

“Kamu serius?” Tanya saya seraya menepikan mobil.

“Serius, Mas. Ayo dong, perempuan mana saja saya mau, asal dia baik dan mau mengerti saya,” katanya, setengah merengek. Saya memaki pendek dalam benak. Dipikirnya saya ini biro jodoh apa!

Namun ada rasa kasihan yang menyengat. Rofiq pria baik. Ia menginjak 32 di Tahun Kerbau ini. Tapi di umur yang sepantaran usia Pak Harto menjadi presiden negeri ini tak pernah tersiar kabar ia memiliki pacar. Padahal, teman-teman sebayanya sudah meminang anak orang.

“Mengapa baru sekarang terpikir untuk menikah?”

“Kemarin-kemarin saya asyik membujang. Tapi lama-lama tak kuasa juga saya menahannya. Saya merasa sepi. Saya juga merasa tak tenang bekerja, sehingga sering melamun di pekerjaan. Akhirnya saya di-PHK. Sekarang saya menganggur dan sulit mencari pekerjaan lagi. Siapa tahu dengan menikah saya lekas mendapat pekerjaan lagi,” tuturnya panjang lebar, dengan manik mata yang digenangi air.

Sebuah keyakinan yang membuat saya sangat terharu. Tetapi, barangkali, Rofiq tak pernah membayangkan betapa peliknya rumah tangga. Betapa rumit memecah problem rumah, mengatasi banjir perkara dan repotnya membeli susu. Lebih-lebih saat ini ia tengah menganggur.

Rumah tangga adalah menaiki biduk menuju ombak yang bergejolak. Menikah, kata orang bijak, adalah perjudian ...

12 komentar:

Anonim mengatakan...

.... dan sama juga memilih "kucing" dalam karung,beruntung yang kita ambil berbulu putih mulus lha kalo bulunya belang...

Ge Siahaya mengatakan...

@Withlove D, mmgnya yg belang2 kenapa, kan cantiknya lain2? Wah ini mah diskirminasi niy namanya, hehehe..sama kayak yg berkulit putih merasa kulit berwarna lebih rendah daripada mereka, wekeke.. payah ah, untung udh ada Obama jadi presiden (^^,)

Saya kok ga setuju menikah itu sebuah perjudian ya? Karena kalo judi kan mmg tujuannya untuk nyari untung tapi ga jelas gimana beruntungnya karena semua diserahkan sama chances aja, jadi kalo buntung yg disalahkan adalah nasib.

Kalo pernikahan itu kan sebuah perjalanan yg saling mengasah kedua pribadi agar lebur jadi satu, namun tetap merupakan entitas masing2, jadi memang rumit karena diperlukan kerja keras dari kedua belah pihak, bukan cuma melempar dadu... Gitu deh kira2.

Dan ini datangnya dari mulut eh salah tulisan tangan seorang lajang tapi bnyk belajar melihat RT orang2 yg disekitarnya, dan mereka tidak sedang berjudi, malah nampak seperti berkebun.

Tengkyu tengkyu... *waiting for applause*

Arief Firhanusa mengatakan...

Berkebun? Aha, saya mendapatkan adagium baru!

Oke, oke, mungkin berkebun. Tapi yang namanya berkebun itu kan sama aja diliputi pengharapan: bakal memanen palawija, sayur, atau pisang.

Nah, yang namanya diliputi pengharapan, ya setali tiga uanglah dengan spekulasi, alias bejudi. Sebab saat kita berada di tengah-tengah sikap berharap itu mendadak tikus merajalela, wereng mencaplok kulit padi. Walhasil, runyam lah semua harapan.

wakakakakak ... **tawa seseorang yang udah berumah tangga**

Ge Siahaya mengatakan...

Memang, tapi tukang kebun yg baik belajar untuk memberi pupuk, menghalau hama dst-nya. Sedangkan dalam perjudian, cuma melempar dadu, kalau menang sukur ga menang apes banget. Perjudian selalu konotasinya negatif, sedangkan berkebun itu memeras keringat dan waktu, bukan membuang2 waktu karena yg dirawat dan dijaga adalah benda hidup, bukan pula kecanduan karena berdasarkan kasih dan sayang, memupuk kedekatan dengan alam. Sedangkan perjudian? hmm.. jelas-jelas egois sifatnya, dan dasarnya mau untung banyak dalam sekejap, kadang lupa bahwa kesempatan adalah 50-50, membuang modal yg sudah ada sia-sia ketika kalah, lagipula, mana ada rumah judi yg mau dikalahkan? Jelas para penjudi yg bakalan kalah.

Kalau saya menjadi org yg sudah menikah, saya akan memilih berkebun, daripada berjudi. Kasihan sekali yg memilih hidup berumahtangganya sebagai sebuah perjudian, krn menang besar biasanya jarang sekali sementara buntung besar biasanya sering sekali. Sedangkan mereka yg berkebun merasa ada kepuasan ketika memetik hasil, sama-sama meringis dan menangis ketika dilanda hama wereng dan bisa berusaha lagi selama masih mau sama2 mengusahakan dan merawatnya. Sedangkan kalo berjudi, selalu satu pihak merasa harus menang, dan pihak yg lainnya harus kalah.

Perhatikan saja, bukan adanya kerjasama yg membangun tapi... 'tuduhan' kalau the marriage doesn't work out fine, berarti yg salah adalah nasib atau si orglain tsb krn gw salah pilih pasangan, yee..mas, apa gunanya pacaran dunk kalo gitu? bukannya saat itu adalah kesempatan untuk saling mengenal pribadi masing dan mengira2 cocok or ga cocoknya? Pasti ngelesnya nanti, dia ternyata berubah, ga sama spt yg kuduga, hehe, belajarlah mengenali dirinya yg dinamis spt dia belajar mengenali perubahan2mu. Kalau tidak mau, ya..silahkan berjudi.. cring cring cring... (^^,)

Berkebun ber-HARAP kepada Yg DiAtas, berjudi ber-HARAP pada Harapan Kosong, sebab judi itu kan haram, huehuheuee.. sedangkan berkebun itu...sangat alamiah dan perlu.. (^^,)

Anonim mengatakan...

Kalo Menikah sama dengan judi, dan judi itu gambling..suatu saat kalah dan suatu saat bisa menang, untung dan rugi.. Mengerikan sekaleee kalo menikah adalah sebuah perjudian

Tapi saya pernah baca artikel bahwa "menikah" itu menyempurnakan separuh agama, dan menghindari zina...

Hmm.. jadi takut menikahhashi

Arief Firhanusa mengatakan...

Hm, barangkali orang yang memandang pernikahan sebagai perjudian emang keliru. Makasih G dan Tyas yang menyempurnakan hakekat perkawinan. GBU.

Anonim mengatakan...

kalo judinya menang gimana? enak kan...qiqiqi. sama seperti judi, pernikahan juga butuh trik dan strategi. masing2 orang pasti punya cara sendiri2 agar pernikahannya sukses

tapi bagiku sendiri, nikah itu enak dan nikmat banget. tentunya krn aku menemukan pasangan yg cocok (kalo gak rumahtangga bisa spt neraka pastinya). dulu seblon married, meski teman banyak, rasa sepi terasa mengigit. tapi setelah menikah wuih...80% rasa sepi itu sirna. sisa 20% lainnya adl pilihanku, sebab kadang aku memang butuh waktu menyepi utk diriku sendiri:D

Anonim mengatakan...

Pernikahan memang bukan 'waton', tapi di suatu masa butuh tanggung jawab dan ujian kesabaran yang amat besar.

Bukan pernikahannya yang keliru, tapi sulitnya setiap orang memahami hakekat hidup yg hakiki.

Dalam mengarungi samudera kehidupan, sudah menanti ombak dan badai.

Dengan iman sebesar biduk, akan oleng hanya dihempas riak2 kecil.

Maka masing2 pasangan hendaknya membangun keimanan sebesar kapal tanker/cargo yang paling kokoh.

Sekar Lawu mengatakan...

sudah...sudah, ndhak usah eyel2an bab perjudian atau perkebunan...qiqiqi (sok bijak)...yang jelas, kawin...eh...nikah itu nggak enak...tapi enak banget....(dengan segala resioknya).

Saya sudah tua, sudah separoh umur saya rasakan pernikahan, jangan dieyel ya...
(gaya mbah putri kaluk lagi nuturi pitinya)

Arief Firhanusa mengatakan...

Jelas sudah sekarang bahwa pernikahan adalah hal mudah tetapi perlu dipondasi dengan pemikiran yang matang sebelum menjalaninya.

Mbak Ayik, Nita dan Nuga memaparkan visi masing-masing, yang amat penting dan perlu.

Terima kasih kalian menyumbangkan pikiran bening sehingga terbitlah pencerahan.

~ps~ mengatakan...

Numpang nulis yach mas aku tertarik dengan topiknya mengenai pernikahan adalah perjudian.?? Aku memang baru mau jalan 3 tahun pernikahan, bikin blog aja blum keisi-isi karena binun apa yg mau diungkapkan.Tapi tulisan ini membuat aku ingin mengungkapkan apa artinya pernikahan bagi aku....
Gini loh mas aku kurang sepakat pernikahan disamakan dengan berjudi, klu judi itu pada dasarnya menang atau kalah sedangkan pernikahan itu adalah komitmen dan kompromi, masa pacaran kami adalah waktu untuk mengenal karakter atau pribadi pasangan setelah itu ada komitmen untuk menuju ke pelaminan dengan segala resikonya yang akan ditanggung berdua. Karena itu dalam perjanjian nikah kami ada kalimat yang berbunyi dalam untung dan malang saat sehat dan sakit sampai maut memisahkan. Jadi aku tidak mau kalau yang sesakral itu dianggap judi??

Anonim mengatakan...

menikah perlu langkah, bukan sekedar putar arah! perkara perjudian? well, memang kita tak bakal tahu bgmn jalannya pernikahan kita kelak...tapi bukankah kita juga tidak tahu bgmn kehidupan kita kelak? menurutku hidup tepatnya adalah misteri, yang terjawab sehari demi sehari...