Search

30 Mei 2008

Setetes Embun


PUKUL 23.14, tadi malam, XL saya bergetar. Ponsel tidak segera saya sambar, sebab saya masih berselancar di cyber. Setelah nada panggil “Someday” Michael Learn to Rock itu setengah lelah, saya baru angkat HP.

“Halo, Rif. Sehat, kan?” Suara berat di seberang. Suara yang menyiratkan kelembutan, dan – jujur saya akui – lebih lembut dari bapak saya.

“Lumayan, Pak.”

“Berarti kurang sehat, ya?”

“Ya, Pak, lagi capek pikiran.”

“Kamu nggak boleh banyak pikiran, jalani saja segala sesuatu dengan rasa senang.”

Suara itu saling menyalip dengan deru mesin (lantaran ia menelepon dari kabin mobil) dan kesiur angin. Tetapi kata-kata yang terlontar itu lebih unggul ketimbang tsunami sekalipun.

Pertama kali bertemu, saya segera ingat Adam Suseno, suami Inul Daratista. Kumisnya selebat belantara, namun setelah bercakap-cakap tahulah kita bahwa ia tak sesangar preman. Ketawanya khas, menggaung dari ruangan ke ruangan.

Ia suka mendadak telepon, bahkan ketika saya sedang di toilet sekalipun. Pembicaraan berinti pada pekerjaan, namun sesekali ia menyelipkan aroma canda. Guyonannya menggelitik dan lucu, meski sesungguhnya ia tak bermaksud melucu. Tutur katanya memikul sense of belonging yang kental dan menyenangkan.

Jujur saja, tadi malam mata saya berkaca-kaca. Kepala seolah diguyur salju setelah seharian dihempas kemarau yang meranggas. Terima kasih, Pak, Anda telah mengusir iblis di batok kepala saya.

4 komentar:

Enno mengatakan...

tapi semalem sempet2nya ngasih aku nasehat.. mas yg satu ini emang baik hati... maaf dan makasih ya :)

Meita Win mengatakan...

Semalam dia lagi dikejar deadline, seperti biasanya. Tapi sempat juga menelponku. Suaranya juga menyegarkan ku yang sedang suntuk :)

terimakasih, sampai bertemu lagi..

Anonim mengatakan...

Seneng rasanya punya adek-adek yang bawel dan lucu.

Anonim mengatakan...

benarkah yang dimaksud adalah pak rama ?