Search

21 Mei 2007

DEJA VU


Alam di bawah sadar kita mirip pergulatan pasar malam. Riuh rendah, ribuan percakapan berseliweran. Mimpi adalah manifestasi dari 'keributan' alam bawah sadar. Tak jarang mimpi kemarin terjadi hari ini. Itulah deja vu.

Tiap orang pernah mengalami misteri déjà vu – kilasan kenangan saat Anda bertemu seseorang dan Anda merasa sudah mengenal seluruh hidup Anda atau mengenali suatu tempat meskipun Anda belum pernah kesana sebelumnya. Tetapi bagaimana jika firasat adalah sebuah peringatan yang dikirimkan dari masa lalu atau menjadi petunjuk masa depan?

Banyak film mengisahkan fenomena ini, salah satunya Deja Vu, dibintangi Denzel Washington. Agen ATF Doug Carlin (Denzel Washington) melakukan pemeriksaan sebuah kasus kejahatan. Terpanggil untuk menyelamatkan bukti saat bom meledak di atas kapal Feri New Orleans. Carlin menemukan bahwa apa yang dipercaya oleh kebanyakan orang hanya ada di kepala mereka dan itu jauh lebih kuat. Ini membuatnya berusaha keras untuk menyelamatkan ratusan orang tak bersalah.

2 Mei 2007

TENTANG MIMPI


Pintu itu berwarna ungu. Saya mengetuknya perlahan, takut membangunkan secara mendadak penghuni rumah. Hari masih pagi, sisa kabut menyelimuti pekarangan. Sepi. Hening.

Seraut wajah muncul dari pintu yang sedikit terkuak. Perempuan. Ia tampak lelah.

"Selamat pagi. Boleh saya bertemu pemilik rumah ini?" Ujar saya seraya membungkukkan sedikit tubuh dengan sopan.

Sesaat ia menyimak saya seraya mengerjap-ngerjapkan mata. "Anda siapa?" Ah, suaranya serak, tetapi membuat saya mendadak ingin mengapung di atas suara itu.

"Tak penting siapa saya. Lebih penting saya harus segera menemuinya."

"Untuk keperluan apa?"

"Saya harus bertemu dengannya, ini sangat mendesak. Saya mimpi bertemu dengannya dan ia menitip banyak pesan. Saya harus menyampaikan pesan-pesan itu, atau setidaknya saya akan mengatakan padanya bahwa saya telah bermimpi bertemu dengannya, sehingga saya memiliki kesempatan untuk mengatakan bahwa saya menyanggupi untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut."

"Seberapa penting pesan itu sehingga Anda setengah memaksa untuk bertemu dengannya?"

"Penting, bahkan teramat penting karena menyangkut rasa dan saling memiliki."

"Saya tidak paham."

"Mari saya perjelas. Saya sebelumnya tak pernah bermimpi sehebat ini. Dalam mimpi, saya bertemu dengannya di padang ilalang. Saya memberinya percik air karena ia menahan dahaga, dan kemudian memapahnya menuju pohon perdu. Kami cepat akrab karena seolah kami telah lama saling mengenal. Ia bercerita banyak soal masa lalu, masa sekarang, dan bagaimana ia bisa terdampar di padang ilalang yang maha luas ... "

"Ia berpesan apa, itu yang saya tanyakan!" Ia menyela.

"Ia berpesan, agar saya menjaganya, agar saya berada di sisinya setiap kali ia membutuhkan saya. Ia juga bersedia memberikan apa saja jika pesan-pesannya saya lakukan. Ia mengatakan cinta, membuat penggalan kata 'cinta' menjadi hirarki dan pondasi. Saya menyentuh pipinya, dengan harapan ada aliran darah yang menyesap ke jantung dan segenap pembuluh. Saya sadar akan satu hal, kami sama-sama terdampar dalam kubus yang sama, cinta."

"Anda mencintainya atau hanya akan mengirim pesan?"

"Saya mencintainya."

Ia menatap saya dengan seksama.

"Tolong bukakan pintu kalau ia ada di dalam sana," ujar saya tidak sabar.

Ia kembali menyimak saya lekat. Lalu berujar lirih, "Ketahuilah, sayalah yang Anda cari."

Saya terperanjat. "Jadi?"

"Ya, pesan-pesan yang Anda bawa itu sayalah yang menitipkan. Mari masuk. " Ia mengulurkan senyum pertamanya.

****

27 Apr 2007

INFOTAINMEN


Pagi, siang, malam, masyarakat dibenamkan pada persoalan-persoalan bintang, atau mereka yang mengaku bintang, selebriti, atau setengah selebriti. Pagi, siang, malam, seolah tak ada berita kosong tentang mereka.


Infotainmen merayu remaja dan ibu-ibu untuk tersedu, menitikkan airmata, kecewa, penasaran, kesal, gembira, sekaligus lupa bahwa yang berperkara itu bukan sanak famili, apalagi anak-bini.

Infotainmen yang (konon) mengaduk-aduk perasaan itu sesungguhnyalah alat pengelabuan massal yang digerakkan industri televisi. Dengan demikian, program ini menjadi alat paling efektif untuk sensasionalisasi figur publik dan 'bisa diatur'.
Dalam artian, karena bersifat 'mengikat' (karena ditunjang oleh pengidolaan kepada bintang), maka dimanfaatkan secara semena-mena oleh mereka yang perlu mendongkrak popularitas.

Lihatlah mereka yang keluar masuk Pengadilan Agama. Tengok mereka yang rebutan anak dan hak asuh, coba juga telaah pecat memecat personel grup band, sampai cakar-cakaran antarteman. Warna apa cat kuku mereka, model rambut, hingga isi WC artis pun dipublikasikan. Omong kosong!

Isu dihembuskan tanpa malu-malu. Gosip diletupkan sampai harga diri tak dipedulikan lagi. Yang penting komoditi. Yang penting raihan perhatian. Bintang, atau orang-orang yang mengaku bintang, kelabakan karena tak lagi disiarkan televisi, jarang diberitakan koran maupun tabloid. Padahal mereka mencari nafkah dari sana, atau berharap mengasi rejeki dari pemberitaan kontinyu.

Maria Eva diundang ke banyak talkshow usai kasus video porno. Angel Lelga mendadak mahal sesudah kawin siri dengan Aman Jagau. Padahal, siapa Angel? Siapa Maria Eva?

Mungkin kalau saya artis dan mulai tak dikenal publik lagi (atau pengangguran yang pengin cepet terkenal), jalan yang saya tempuh paling-paling ya infotaimen itu ...

23 Apr 2007

PENALTI


Penalti itu nisbi. Pelanggaran dalam kotak terlarang bisa subyektif, karena hanya berada di bawah rekomendasi wasit dan salah satu asistennya yang terdekat. Itupun sering asisten tak digubris lantaran keputusan mutlak di tangan wasit.

Subyektif, sebab penafsiran tentang pelanggaran bisa bermacam-macam. Tim yang dijatuhi penalti bisa saja memprotes, sebab handsball tak terjadi karena tangan pemain sedang tidak aktif (rapat dengan tubuh) saat tersentuh bola. Protes juga bisa mengucur karena lawan yang diganjal sebenarnyalah pura-pura jatuh, alias diving, sehingga tidak patut mendapat hadiah penalti.

Penalti itu nisbi dan keadilan. Peraturan FIFA tidak selamanya ampuh. Penafsiran bisa hanya akal-akalan wasit untuk kepentingan tertentu. Kalau sudah begitu, buat apa ada tendangan penalti?

PLAGIATOR



Percayalah, rambut pirang hanya tepat di kepala orang-orang bule. Lihatlah di mal, kafe, warnet, atau pusat-pusat kongkow, di sana bertebaran banyak perempuan (muda, setengah muda, setengah baya, hingga berusia senja) menyemir rambutnya warna kuning, merah, atau perak.

Pantaskah? Enakkah dilihat? Tidak! Kulit sawo matang (bahkan hitam), tidak layak memanggul rambut blonde. Bahkan itu juga berlaku untuk kaum hawa kita yang kulitnya putih sekalipun, atau dengan lensa kontak cokelat/biru sekalipun.

Negeri kita sungguh memprihatinkan lantaran benar-benar plagiator. Tindik lidah/bibir/cuping hidung, kawat gigi, tato, kaus kelihatan pusar, celana cut bray, sampai ponsel, adalah daftar panjang kenyataan bahwa orang-orang kita berada dalam kegelapan. Ketika ada gejala baru, gelombang plagiat pun bermunculan. Herannya, mereka pede saja melakukannya.

Pertengahan 90-an, ada istilah KDM, alias 'korban Demi Moore', gara-gara rambut cepak Demi Moore dalam film Ghost. Lalu, wanita-wanita kita ramai-ramai memendekkan rambutnya plus semi poni di sekitar dahi. KDM berlalu, kemudian ada tren-tren baru yang diikuti tanpa kita berkaca, pantas enggak ya saya memakainya?

Percayalah, rambut hitam alami lebih enak dipelototi. Tubuh mulus tanpa tato lebih eksotis. Lidah polos tanpa tindik tidak membuat jijik. Kawat gigi hanya membuat orang ngeri. Kaos standar tak memancing birahi. Celana biasa-biasa saja tak menghilangkan kesegaran. Bicara dengan tutur kata Indonesia justru mempesona.

Mari kita cari jatidiri!

21 Apr 2007

PENYANYI DANGDUT


... Dangdut adalah impian-impian. Mereka menghibur dan butuh pengakun. Betapa rentannya ia tatkala goyangan diartikan sesuatu yang bisa dibeli. Citranya begitu murah, padahal ia perlu beli susu, beras, dan baju.

Penyanyi dangdut merasuk dari kampung ke kampung. Mengamat-amati dengan was-was para pejoget yang teler. Ia dijemput dan diantar, selayaknya dai. Ia menyerahkan kemolekan tubuhnya dalam bungkus hubungan saling menguntungkan: penonton puas, honor diberikan.

Penyanyi dangdut adalah miniatur sakwasangka, tetapi tetap dibutuhkan. Ia tak perlu bikin album atau disiarkan televisi. Ia hanya perlu uang untuk mempertahankan hidup, kendatipun tak sedikit penyanyi yang mengartikan kiprahnya sebagai sarana aktualisasi menuju transaksi lain, transaksi yang memusnahkan norma, sebab dalam benaknya uang adalah berhala dan kesenangan.

Penyanyi dangdut adalah pinggul, suara, uang, dan penisbian tata krama. Tetapi mereka (seharusnya) tetap manusia ...

19 Apr 2007

HANDPHONE


... bukankah kita berselingkuh dengan angin, kasih, tatkala dering telepon membangunkan syaraf kita yang merepih ...

... terkadang kita marah karena hari-hari diperbudak sinyal dan keypad yang menuntun jari-jemari merancang pengkhianatan ...

... kita terjebak dalam udara yang mengambang, menjejalkan teknologi dalam benak yang telah sesak dengan kesombongan ...

18 Apr 2007

IWAN FALS


... hari-hari purnama itu saya lewati di sebuah desa sepi bernama Doreng, Kabupaten Demak. Pagi hari Minggu atau sore di hari-hari biasa, kami (saya, kakak sepupu, sejumlah paklik) menggerombol di pos ronda. Ada gitar yang menemani. Salah satu paklik cukup mahir memetik dawai.

Kami menyanyikan Sumbang, Ambulans Zig-zag, Bung Hatta, Galang Rambu Anarki, Sarjana Muda, Asmara Tak Secengeng yang Kukira, Sore Tugu Pancoran, Damai Kami Sepanjang Hari, Ethiopia, Guru Oemar Bakrie, Jendela Kelas Satu, Kereta Tiba Pukul Berapa, hingga Lonteku.

Hanya Iwan Fals. Ya, kami cuma menyanyikan lagu-lagunya. Mungkin telinga orang-orang lewat dibuat pekak. Mengapa bukan lagu-lagu Rhoma Irama, Elvy, atau Rita Sugiarto? Mengapa gembar-gembor nyanyi lagu-lagu yang asing di kuping? Itu batin mereka waktu itu. Kami cuek karena kami hanya menyukai lagu-lagu Iwan.

Iwan ditempel di tembok kamar salah seorang paklik. Bukan bentuk poster belaka, tetapi bahkan stiker menyolok di pintu. Gitar pun tak luput seru dengan stiker-stiker kecil Iwan. Lebih ekstrem, salah satu paklik lain menulisi pintu bagian dalam WC-nya dengan tulisan 'norak' tetapi jujur: "Iwan Fals". Hanya itu, tak ada kata lain. "Iwan Fals", bagi kami, cukup melukiskan banyak hal, tentang keteladanan, tentang kekaguman, tentang unggun yang tak pernah padam.

Hingga hari ini, tatkala lebih 20 tahun kami meninggalkan purnama desa yang lengang itu, Iwan masih bersemayam. Kami tak lagi sering-sering bertemu, tetapi saya yakin mereka tak mudah menghapus Iwan Fals dari lubuk hati paling dalam, sebagaimana saya masih bersemangat menempelkan poster berukuran besar Iwan Fals di sisi Dhani Dewa, Kikan, Erros, Harry Roesli, Piyu, Azis, pada proyek keroyokan In Collaborations With, di tembok ruang tengah rumah.

Inspirasi dan imajinasi. Kreativitas dan loyalitas. Keyakinan dan keberanian. Prinsip dan inovatif. Temaram dan tenteram. Karya dan cipta. Remuk dan terpuruk. Bangkit dan spirit. Manusia macam apakah kau, Iwan, sehingga saya terisak-isak tiap kali mendengarmu menyanyikan Kesaksian dan Nyanyian Jiwa? ...

9 Apr 2007

KONTLEMPLASI & RELOAD


... Mas Untung Surendro mukim di jalan sederet dengan kantor kami. Jangan pernah berpikiran bahwa meskipun berjarak hanya 100 meteran kami bisa setiap saat bertemu. Maklum, saya punya kesibukan yang sangat padat, sementara Mas Untung pastilah memiliki dunianya sendiri yang menghambat kami untuk berjumpa saban kami inginkan.

Tetapi hambatan kuantitas justru mendongkrak kualitas pertemuan. Setiap bertatap muka, kami langsung in, seolah intrance. Banyak hal kami bicarakan, mulai remeh temeh hingga persoalan berat. Malam, ketika kami biasa bertemu itu, suasana magis menyelimuti. Gempuran lalu lintas padat di depan rumahnya seolah hanya angin lalu yang berkesiur.

Kami melakukan kontemplasi, mempercakapkan bagaimana Tuhan berkehendak, dan bagaimana kita menyeimbangkan diri dalam pusaran alam. Pulang dari sana, hati saya seolah di-reload, terisi kembali dengan hamparan positif sehingga langkah menjadi enteng.

Beruntung sekali saya mengenal Mas Untung ...

1 Apr 2007

BELAJAR DARI KEKALAHAN


... saat duduk di mimbar sarasehan kelompok Suporter SPINK bersama pelatih Persipur Purwodadi Edy Paryono, Februari lalu, benak saya bertanya: "Buat apa sih susah payah jadi suporter? Toh yang digaji besar adalah pemain dan pelatih."

Tetapi bergegas pikiran tadi saya lumat. Suporter adalah pengejawantahan eufiroa yang sesungguhnya, seperti ketika kita bersorak lantaran tetangga memenangi sebuah undian sepeda motor.

Suporter adalah katarsis 'orgasme' atau 'ejakulasi dini' yang diberangkatkan oleh primordialisme dan fanatisme. Kemenangan tim pujaan membuat mereka tidur pulas, sementara jika kalah tak habis-habisnya mereka menggerutu di pos ronda.

Barangkali angka kepuasan yang mereka peroleh melebihi nilai nominal kontrak yang diterima oleh pemain maupun pelatih. Itu mengapa ada sebagian yang melampiaskan kekesalan lewat tawuran. Itu mengapa sebagian dari mereka mengamuk karena terlambat memahami arti sportivitas dan fairplay.

Di mimbar yang sama, saya berulang mengatakan, "Who am I, are something that looked from the mirror!", wajah kita adalah bopeng atau mulus saat terlihat dari cermin. Jangan merusak karena fanatisme, kawan! ...

PELAJARAN DARI KOREA


… terpaan suhu 8 derajad celcius di Kota Suwon, Korsel, 1 September 1999, seolah permadani merah bagi PSIS yang dibekuk tuan rumah Suwon Samsung Bluewings 2-6. Saya membeku, pilu, tetapi bukan saatnya meratapi kekalahan lantaran kasta Suwon memang dua trap di atas Mahesa Jenar.

Partai leg kedua Piala Champions Asia yang dipimpin wasit Chan Siu Kee (China) itu mencatat 6 gol Suwon dicetak oleh Olariou (16), Ji Hyun Chang (20), Park Ku Ha (39), Vitaly (50), Sasha (56), Shin Hong Gi (83). Sedang PSIS membukukan gol melalui Simon Atangana (55) dan Tugiyo (71).


Sepakbola kita, dengan demikian, memang masih tercecer jauh dibanding negara Asia lain macam Korea Selatan. Tahun sebelumnya, PSM di ajang yang sama dilumat 0-12 oleh Suwon.

Pulang dari Korea, saya memperoleh pelajaran berharga mengenai bagaimana menyuguhkan tontonan bermutu, kendatipun World Cup Stadium Suwon, tempat menjamu PSIS yang megah itu, hanya terisi tak lebih seperempat dari kapasitas stadion. Itupun penonton hanyalah bocah-bocah SMP dan SMA setempat. Di negeri ini, stadion kerap tak bisa menampung belasan hingga puluhan ribu suporter. Namun, sepakbola kita seolah terus menerus balita yang jangankan berjalan, merangkak saja masih tertatih-tatih ...


30 Mar 2007

APA KABAR, PELE? SAYA RINDU ANDA


[6 Juni 1997. Ubin lantai 5 Hotel Regent, Jalan Hang Tuah, Kuala Lumpur, seolah bergoyang ketika pria berkulit hitam itu memasuki ruangan. Dada saya berdegup kencang. Pria itu, Edson Arantes do Nascimento, atau dunia menyapanya dengan Pele, menebar senyum. Lalu lampu kilat menghujaninya]

Apa kabar, Pele? Pagi ini saya mendadak sangat merindukan Anda. Seolah hangat telapak tangan Anda tatkala kita bersalaman di Kuala Lumpur itu masih membekas. Saya cermati beberapa lama foto kita di tembok rumah, sampai akhirnya saya harus bergegas menyalakan DVD, memutar cakram kenangan Piala Dunia.

Di final Piala Dunia Swedia, 29 Juni 1958 itu, Anda masih berusia 17. Tetapi pesona Anda sangat memukau, bukan hanya lantaran Anda membidik dua gol ke gawang Swedia, melainkan juga karena Brasil yang Anda bela unggul 5-2.


Ketika Piala Dunia digelar di Meksiko, 1970, Italia datang untuk menebus kegagalan di Inggris. Memang berhasil sampai ke final, namun membentur tim super Brasil yang kembali Anda perkuat, padahal empat tahun sebelumnya Anda cedera. Brasil menang 4-1. Karena telah tiga kali merebut Piala Jules Rimet, negara Anda berhak memiliki selamanya. Maka FIFA membuat piala baru untuk diperebutkan di Jerman Barat, 1974. Sejak itu dikenal istilah Piala Dunia, yang juga berlaku untuk nama resmi turnamen.


Di Piala Dunia Jerman Barat, 1974, Anda pensiun, tetapi muncul Johan Cruyff dari Belanda dengan total football-nya.


Johan Cruyff? Maradona? Bukan! Andalah yang terbesar!



27 Mar 2007

KAUKAH ITU, SHERINA?


... selamat pagi, Sheri, sedang apa saat ini?

... rasanya baru kemarin aku menyimakmu menyanyikan Andai Aku Besar
Nanti, Pelangiku, Kembali ke Sekolah. rasanya baru kemarin aku menonton kaki-kaki mungilmu berlarian di kebun teh dalam Petualangan Sherina [oya, proficiat untuk Riri Riza, Elfa Secioria, dan Jujur Prananto yang membuat aku gemas dan berdegup senang] ...

... Sheri, rasanya baru kemarin aku menyimakmu dengan gigi renggang saat kita bersalaman di Auditorium Binakarna Kompleks Bidakara, Jakarta Selatan, usai konsermu yang menawan itu ...

... kini, kemarin pagi, aku berlinang airmata kala remaja dan ibu-ibu berebut menyentuh lenganmu ketika kau menyibak terowongan manusia di pelataran SCTV. kau mempesona sebagai bidadari baru, mirip Paramitha Rusady kala pertama menjejak remaja ...



MENJALA IKAN



... hidup itu seperti menjala ikan. itu filosofi yang dituturkan mendiang Ibu, beberapa tahun sebelum beliau wafat. ketika kita melangkah keluar melewati pintu, mayapada menyambut kita dengan beragam kemungkinan, bisa pahit, bisa manis. ikan besar, ikan kecil, ikan yang sangat teri, bahkan ikan yang sama sekali tak tersandung jala kita, adalah sempit atau lebar nasib memberi kita terowongan ...

24 Mar 2007

FOREVER AND ONE

What can I do?
Will I be getting through?
Now that I must try to leave it all behind
Did you see what you have done to me?
So hard to justify
Slowly it's passing by

Forever and one I will miss you
However, I kiss you yet again
Way down in Neverland
So hard I was trying
Tomorrow I'll still be crying
How could you hide your lies
Your lies

Here I am
Seeing you once again
My mind's so far away
My heart's so close to stay
Too proud to fight
I'm walking back into night
Will I ever find someone to believe?

Forever and one I will miss you
However, I kiss you yet again
Way down in Neverland
So hard I was trying
Tomorrow I'll still be crying
How could you hide your lies
Your lies

20 Mar 2007

OBSESI



... entah bius apa yang disuntikkan film Air Force One, sehingga diputar berulang-ulangpun saya tetap kepincut gaya Horisson Ford yang tegar campur memelas saat memerankan presiden amerika. Air Force One tidak sendiri, ada film lain yang setingnya di pesawat, yang membuat saya tak berhenti mimpi jadi pahlawan. film itu judulnya Passenger 57, sajian penuh peluru dan kepahlawanan Wesley Snipes memerangi terorisme. rasa-rasanya, saya ingin seperti Wesley, atau bergelantungan kayak Spider-Man, terbang mirip Superman, atau Highlander yang tak pernah mati ...

17 Mar 2007

EKSPRESI

... ya, inilah perputaran jagat ... kemarin pagi saya di watugong dengan segala kemacetan, tahu-tahu hari ini saya teronggok di kelud raya ... ada seberkas sinar, ada lalu lalang kepentingan ... saya cuma punya satu kepentingan: bagaimana bisa terus berkarya di sisa-sisa usia ...


16 Mar 2007

SELAMAT PAGI, PAK POLISI



selamat pagi, pak polisi, sudahkah anda sarapan pagi ini? tanki motor anda telah terisi bensin, bukan? hari ini kami perlu anda untuk mengatur lalu lintas, mengejar copet, menangkapi rampok, dan menenteramkan hati. hari ini kami akan bersikap manis, agar anda tidak gusar. maaf, belakangan ini kami sangat takut, terutama bila anda sudah mengacung-acungkan pistol ... (semoga jalan anda diterangi Tuhan, pak waka)

MENGGLADIATORKAN SEPAKBOLA

... apa sesungguhnya yang terjadi di atas rumput, tatkala bola bergerak kesana kemari dengan jejak-jejak kaki yang tergopoh-gopoh? sepakbola menandai betapa purbanya manusia. betapa sempitnya nalar jika olahraga melulu menjadi perburuan kalah dan menang. betapa darah dibiarkan mengucur seakan sepakbola adalah tempat untuk memunculkan kembali naluri gladiator. sepakbola dibiarkan berkembang liar, meranggas, dan menohok. sepakbola melahirkan perih berkepanjangan lantaran ongkosnya dirogoh dari ulu hati rakyat. sepakbola dipicu menjadi karburator politik, menjadi bagasi ambisi, menjadi api ...

15 Mar 2007

TRAGEDI BUAH APEL


... entah apa dosa apel, hingga namanya diseret dalam institusi bernama tragedi. makan apel, pagi ini, saya teringat anita sarawak. penyanyi malaysia ini memukau dengan "tragedi buah apel", sebuah lagu dengan kandungan dongeng mengenai terenggutnya keperawanan. apel, dengan demikian, apakah simbol dari kegadisan? dengan demikian pula, tatkala mengunyah serat-serat halusnya yang gurih pagi ini, saya juga tengah menikmati tragedi? ...

[METAMORFOSE]




... dalam lenguh angin, dalam orbit semesta, kebergegasan kaki selalu tak bisa berkejaran dengan matahari. entah harus berpihak kepada siapa jika rembulan saja tak mampu menyambangi matahari, dan kaki ini senantiasa tersuruk ilalang ... hanya jilat lentera yang memberi kabar bahwa napas ini masih mencungkup hidup, biarpun hembusannya satu-satu ...

AUTUMN IN SOLO


... kau bersemayam dalam tiris hujan, meski rumah kita punya kanopi. entah berapa ratus tahun lagi bunga itu bersemi kembali, sementara angin puyuh menyesap dalam dengus napasmu sepanjang perjalanan Solo-Semarang. telah kita ingat dengan sebaik-baiknya tanggal 13 januari adalah saat mana kita bersembunyi dalam ketiak semesta, tanpa sedikitpun kita harus bermimpi dan menjemput pagi ... wahai ranting, mengapa kau bekukan jejak-jejak kaki kami? ...