Search

18 Apr 2007

IWAN FALS


... hari-hari purnama itu saya lewati di sebuah desa sepi bernama Doreng, Kabupaten Demak. Pagi hari Minggu atau sore di hari-hari biasa, kami (saya, kakak sepupu, sejumlah paklik) menggerombol di pos ronda. Ada gitar yang menemani. Salah satu paklik cukup mahir memetik dawai.

Kami menyanyikan Sumbang, Ambulans Zig-zag, Bung Hatta, Galang Rambu Anarki, Sarjana Muda, Asmara Tak Secengeng yang Kukira, Sore Tugu Pancoran, Damai Kami Sepanjang Hari, Ethiopia, Guru Oemar Bakrie, Jendela Kelas Satu, Kereta Tiba Pukul Berapa, hingga Lonteku.

Hanya Iwan Fals. Ya, kami cuma menyanyikan lagu-lagunya. Mungkin telinga orang-orang lewat dibuat pekak. Mengapa bukan lagu-lagu Rhoma Irama, Elvy, atau Rita Sugiarto? Mengapa gembar-gembor nyanyi lagu-lagu yang asing di kuping? Itu batin mereka waktu itu. Kami cuek karena kami hanya menyukai lagu-lagu Iwan.

Iwan ditempel di tembok kamar salah seorang paklik. Bukan bentuk poster belaka, tetapi bahkan stiker menyolok di pintu. Gitar pun tak luput seru dengan stiker-stiker kecil Iwan. Lebih ekstrem, salah satu paklik lain menulisi pintu bagian dalam WC-nya dengan tulisan 'norak' tetapi jujur: "Iwan Fals". Hanya itu, tak ada kata lain. "Iwan Fals", bagi kami, cukup melukiskan banyak hal, tentang keteladanan, tentang kekaguman, tentang unggun yang tak pernah padam.

Hingga hari ini, tatkala lebih 20 tahun kami meninggalkan purnama desa yang lengang itu, Iwan masih bersemayam. Kami tak lagi sering-sering bertemu, tetapi saya yakin mereka tak mudah menghapus Iwan Fals dari lubuk hati paling dalam, sebagaimana saya masih bersemangat menempelkan poster berukuran besar Iwan Fals di sisi Dhani Dewa, Kikan, Erros, Harry Roesli, Piyu, Azis, pada proyek keroyokan In Collaborations With, di tembok ruang tengah rumah.

Inspirasi dan imajinasi. Kreativitas dan loyalitas. Keyakinan dan keberanian. Prinsip dan inovatif. Temaram dan tenteram. Karya dan cipta. Remuk dan terpuruk. Bangkit dan spirit. Manusia macam apakah kau, Iwan, sehingga saya terisak-isak tiap kali mendengarmu menyanyikan Kesaksian dan Nyanyian Jiwa? ...

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam satu jiwa, Kang. Anda OI sejati!

Anonim mengatakan...

Untuk pertama kalinya, penyanyi dan pencipta lagu Pongki Jikustik mengungkapkan kepada publik bahwa dia keberatan dengan cara Iwan Fals membawakan lagu karyanya, "Aku Bukan Pilihan", yang direkam 2003 lalu. "Jika aku menunggui ’take vocal’ Mas Iwan, aku tak pernah setuju dengan cara Mas Iwan membawakan lagu itu," tandas Pongki.

Menurut pencipta lagu yang bernama lengkap Stefanus Pongki Tri Barata (30) itu, cara Iwan Fals membawakan Aku Bukan Pilihan sama sekali jauh dari bayangan Pongki saat menggubah lagu tersebut. "Aku membayangkan Mas Iwan menyanyikan lagu itu seperti ia menyanyikan Buku Ini Aku Pinjam, yang keras dan ngerock. Tapi di lagu itu Mas Iwan jadi seperti setengah bicara, setengah berbisik," papar vokalis band Jikustik ini.

Sebagian liriknya pun diubah Iwan tanpa sepengetahuan Pongki. Pada bagian refrain, Pongki aslinya menulis, "Aku lelaki tak bisa/ menerimamu bila/ ternyata kau mendua..." Namun Iwan mengubah kata "bisa" menjadi "mungkin" sehingga hasil akhirnya menjadi "Aku lelaki tak mungkin/ menerimamu bila/ ternyata kau mendua.."

Apa pun yang terjadi, lagu yang ada dalam album In Collaboration With... (Musica, 2003) itu meledak luar biasa. Pongki pun tak kapok menulis lagu untuk Iwan karena pada album terbaru Iwan Fals, 50:50, ia yang menulis lagu Tak Pernah Terbayangkan. "Itu cara Mas Iwan menafsir laguku. Dia memberi makna baru yang tak kalah bombastis pada Aku Bukan Pilihan," ungkap Pongki. (Kompas, Minggu 15 April 2007)

Anonim mengatakan...

Musik dan Komunitas
Senandung Rimba Iwan Fals

Frans Sartono

"Menjaga hutan memang sulit sekali
Orang, pemerintah saja tak bisa
Apalagi saya yang baru bisa baca tulis dan hitung."

Itu potongan lagu Iwan Fals berjudul Peniti Benang yang liriknya ditulis Butet Manurung. Seperti tersurat dalam lirik, lagu bertutur tentang "anak rimba yang kebingungan karena hutannya dijarah orang".

Iwan belakangan menulis lagu bertema lingkungan. Tersebutlah Tanam Tanam Siram Siram, Pohon Untuk Kehidupan, Hutanku, dan Peniti Benang. Ia sering menyanyikannya pada acara yang diadakan gerakan Indonesia Menanam. Ini adalah gerakan yang mendorong masyarakat untuk menanam pohon yang dicanangkan pemerintah pada Hari Bumi, 22 April lalu.

Senandung nasib rimba itu pula yang dinyanyikan Iwan pada 16 Agustus di rumahnya di Leuwinanggung, Depok, Jawa Barat. Saat itu berlangsung perayaan hari ulang ketujuh Oi, organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan penggemar Iwan Fals. Oleh ratusan penggemarnya, Iwan didaulat nyanyi.

Di halaman berukuran sekitar enam kali lapangan bulu tangkis itu ratusan anggota Oi gempar menyambut nyanyian Iwan. Mereka berjoget dan ikut menirukan lagu-lagu Iwan yang bicara soal lingkungan. Lagu itu belum pernah dirilis dalam bentuk album, seperti lagu Tanam Tanam Siram Siram:

"Tanam tanam tanam kita menanam/ Tanam pohon kehidupan kita menanam masa depan. ...... / Benalu-benalu kita singkirkan....!"

Bagian lirik "kita singkirkan!" itu diteriakkan serempak penuh semangat diselingi teriakan sana-sini dari penggemar, "Pak Menteri, tangkap pembalak hutan!"

Yang dipanggil Pak Menteri itu adalah Menteri Kehutanan MS Kaban. Ia memang berkunjung ke markas Oi yang sedang punya perhelatan. Kaban kemudian diminta naik panggung dan ikut bernyanyi bersama Iwan. "Hutanku ditebang banjir datang/Hutanku ditebang penyakit meradang....," begitu kalimat lagu Hutanku yang liriknya ditulis sang Menteri.

"Saya terbantu oleh Iwan dengan lagu Tanam Tanam Siram Siram. Menanamlah daripada menebang melulu. Kita ikut perbaiki bumi yang sakit," kata Kaban.

Kondisi hutan dunia, kata Menhut, memang parah. Setiap tahun 14 juta hektar hutan rusak. Indonesia menjadi penyumbang terbesar kerusakan, yaitu dengan merusak 2,8 juta hektar per tahun.

Menandai ulang tahun Oi itu, Iwan, Menteri, dan Ketua Oi Digo Dzulkifli melakukan penanaman pohon di halaman rumah Iwan. Kaban menanam pohon mantoa, Iwan menanam jambalang putih, dan Ketua Oi menanam srikaya merah. Aksi tanam itu merupakan bagian dari gerakan Indonesia Menanam.

Tergempur

Menhut melihat sosok Iwan dan Oi sebagai pihak yang peduli padan masalah lingkungan. Jauh sebelum kondisi hutan separah saat ini, Iwan sudah bernyanyi soal hancurnya hutan. Tahun 1994 Iwan merilis album Hijau, yang isinya berbicara tentang keharmonisan lingkungan.

Bahkan jauh sebelum itu, pada tahun 1982 dalam lagu Isi Rimba telah bicara soal ketamakan orang yang membantai rimba. Saat itu ia kecewa dengan kebijaksanaan pemerintah soal hutan. Maka lahirlah lirik Isi Rimba: "buldozer gemuruh pohon tumbang/ berpadu dengan jerit isi rimba raya/ tawa kelakar badut-badut serakah/ dengan HPH berbuat semaunya...".

Bukan sekali ini Iwan diajak berkampanye tentang lingkungan. Menteri kehutanan pada pemerintahan sebelum ini beberapa kali meminta Iwan untuk ikut membantu gerakan serupa, akan tetapi ia menolak karena belum melihat keseriusan pemerintah dalam menangani masalah lingkungan.

Belakangan Swara Hijau (Swahi), sebuah lembaga swadaya masyarakat, berusaha meyakinkan Iwan akan seriusnya persoalan lingkungan hidup. Swahi memprakarsai dialog dengan Menhut. Iwan, menurut Abdul Kadir Lamanele dari Swahi, tidak begitu saja mau menerima ajakan itu. Dia mempertanyakan kesungguhan pemerintah dalam menangani masalah kehutanan.

"Saya bertemu Bang Kaban. Dia bilang hutan kita akan musnah dalam waktu lima belas tahun. Seorang kawan saya dari LIPI bahkan memperkirakan hutan kita akan lenyap kurang dari lima belas tahun," kata Iwan yang ditemui Kompas dan The Jakarta Post di Leuwinanggung.

"Menebang satu pohon itu katanya sama saja dengan merampas oksigen untuk dua orang. Saat itu anak saya masih kecil," kenang Iwan yang anak terkecilnya, Rayya Rambu Robbani, berumur tiga tahun.

"Perasaan saya jadi campur aduk antara kepentingan pribadi dan sosial," tambah Iwan.

Iwan mengaku awam dan gagap tentang apa itu konservasi hutan dan masalah lingkungan. Ia mengaku hanya bisa nyanyi dan menggubah lagu. Yang kemudian bicara adalah perasaan Iwan sebagai seniman. Maka lahirlah kemudian lagu-lagu seperti Tanam Tanam Siram Siram.

"Saya tergempur juga oleh bencana alam yang terjadi terus. Ya wis, tak usah macem-macem. Nyanyi saja, habis nyanyi kita tanam," kata Iwan.

Hanya celoteh

Iwan tidak memaksakan diri untuk memobilisasi anggota Oi yang konon jumlahnya puluhan juta itu. Akan tetapi, ia berharap teman-teman Oi juga bergairah.

"Mereka masih muda-muda dan energetik. Mereka nantinya akan berkeluarga. Baik juga kalau mereka ikut menanam. Ke depan itu nanti akan jadi milik mereka."

Iwan dan anggota Oi secara langsung ikut gerakan Indonesia Menanam dengan menanam langsung di berbagai acara yang diadakan dalam rangka gerakan Indonesia Menanam, seperti di Kemayoran, Gunung Hambalang, Cianjur, Cibodas, dan Riau. Harapan mereka, seperti juga harapan banyak orang, gerakan mana pun tidak dijadikan bagian dari komoditas politik. Seperti diserunya dalam lagu, ia tak ingin, "...lestarikan hutan hanya celoteh belaka..!"

SB mengatakan...

Iwan Fals... hmmm, tak ada kata lain yang pantas diucapkan selain HEBAT!