Search

3 Nov 2008

SETELAH CIUMAN TERAKHIR


KABUT turun perlahan di ruang bedah. Lisa mengerjap-ngerjapkan mata. Serba putih dan tirus. Selang menohok bibir, lengan, hingga punggung kaki. Hatinya membiru dan pilu.

Nyeri berdenyut di bibirnya. Mungkin nanah berontak, atau belatung bergelantung, mengikis bibirnya yang dulu indah.

“Aku ingin menciummu. Sekali ini saja. Setelah itu terserah kau mau kemana,” rajuk Raka. Kabin mobil senyap dengan AC lembab, di tengah Kenny G yang mengalun dengan Ritmo Y Romance.

“Aku tak bisa melakukannya, bahkan jika langit runtuh sekalipun,” lirih Lisa. Semacam pemberontakan kecil. Akhir-akhir ini, tiap kali Raka menciumnya, melintas-lintas bayangan Haga dan Dini, anak-anak Raka. Sebab itu Lisa ingin mengakhirinya. Menyudahi hubungan terlarang ini. Membiarkan Raka merakit bahagia bersama keluarganya.

“Tapi ingin kulalui perpisahan ini dengan indah. Tak maukah kau lihat hatiku yang sunyi? Aku tergila-gila, dan hanya kau yang bisa membuatku mabuk. Cuma kau yang punya alis dan retina mata terindah sepanjang masa ...”

Tangan Raka mencari-cari punggung tangan Lisa. Hati Lisa menampik, tapi tangan Raka magnet yang sukar dilepas. Ia tak berdaya. Begitu pula saat bibir Raka mendekat, Lisa juga tak bergerak seinci pun.

Lalu pagutan itu terjadi pada saat Lisa sudah berikrar dengan teguh untuk tak lagi mau disentuh. Kabin pun akhirnya membara.

***

SEMINGGU kemudian, Lisa mendapati bibirnya seolah pecah, subuh ketika ia tergeragap bangun. Ia mengira bisul biasa. Tetapi sejam kemudian bengkak meranggas tak beraturan, membuatnya seperti monster perempuan dari negeri kabut paling muram di muka bumi.

Di ruang bedah, saat hendak dioperasi pagi ini, Lisa ingin terjun dari lantai 5 guna menyembunyikan pemandangan mengerikan atas bibirnya yang tak lama lagi bakal dipangkas, sekaligus mengubur kenangan-kenangan indah kala ia saling memagut dengan Raka, seolah keduanya lintah ...

(Terinspirasi dari kisah Lala -- bukan nama sebenarnya --, siswi kelas 3 sebuah SMA swasta di Semarang yang kini hamil 4 bulan setelah merajut cinta dengan “P”, seorang lurah yang tak diketahui kemana ia melarikan diri)

10 komentar:

Anonim mengatakan...

mau dong baca cerita pengalaman pribadinya mas arif...jangan cerita hasil curhat mulu....hihihihi

Anonim mengatakan...

wah..ceritanya bagus..
singkat padat dan menarik..
ada hikmahnya lagi...

Arief Firhanusa mengatakan...

@Ulies: kisah pribadiku sama sekali engga menarik lies, huehehehehe ...

@Ifoel: kisah menariknya enggak penting Foel, yang penting hikmahnya :)

Anonim mengatakan...

duh! betah deh lama2 disini... tulisan2nya asikkk.... bener2 kaya cerpenis ;) hehehe

salam kenal ya mas......

Miss G mengatakan...

Pedih ah... Jadi kehilangan kata2 niy.

Mas, sekali2 hepi end dooooong, pleeeaaazeee.... hahaaa... *desperately looking for happily ever after*

goresan pena mengatakan...

seharusnya, saat lala memang ingin mengakhiri hubungan, ada yang mengatakan seperti ini "jika tidak sekarang, maka tidak selamanya"
ah, menyedihkan sekali yah...
hanya karena seorang tak punya sikap asertif, jadi merugi begini...
kesal rasanya mas, karena selalu saja perempuan yang jadi korban!!

maaf yah, jadi emosi begini..

Arief Firhanusa mengatakan...

@Mbak -G-, yang hepi ending ada bebarapa, tunggu saja. Kita bicara dulu tentang karma dan keseimbangan alam, nanti pada saatnya ada yang tertawa bahagia di ujung cerita, kok.

@Goresan Pena: "Setelah Ciuman Terakhir" versi ini sebenarnya sempalan dari cerpen dengan judul sama yang pernah dimuat sebuah harian di Jakarta, medio 2007, tapi dari sisi perempuannya. Di cerpen itu, baik Raka maupun Lisa sama-sama menderita: bibir mereka diserang tumor ganas dan harus dipangkas, hehehe.

Riema Ziezie mengatakan...

iya nih endingnya kok sedih mulu ya

Nies mengatakan...

lam kenal mas arief..itu si lala beneran dioperasi bibirnya? ato yg bagian operasi itu cuma fiksi ? *bingung mode on* :)

Arief Firhanusa mengatakan...

Nies, yang bagian "tumor" dan "operasi" itu fiksi. Tumor 'mewakili' sedih-pedih kehamilan Lala.