Search

26 Nov 2008

SAYA CURI ROKOK ISTRI






SAYA cuti merokok. Itu kabar gembira bagi siapa saja yang pernah menggurui saya. Ya, tiga hari saya tak berurusan dengan cengkeh, sebelum akhirnya saya menyerah juga.

“Selamat! Ternyata Oom bisa melakukannya!” Teriak Dian, keponakan saya yang jurusan biologi di SMA-nya, via SMS. Ia paling rajin mengkhotbahi saya perihal bahaya nikotin, melebihi beberapa kawan di blog yang juga getol beretorika.

“Tumben nggak beli rokok, Mas?” Tanya Bu Tik, kios pojok gang, siang saat saya belanja untuk tukang. Saya lagi puasa, Bu, jawab saya sekenanya, tak peduli ia tampak kecewa karena jumlah belanjaan saya berkurang Rp 8 ribuan, seharga Class Mild, rokok saya.

Saya tak paham mengapa dokter menganjurkan agar saya tak merokok ketika saya mengeluhkan batuk. Toh penyebab batuk bisa apa saja, dari gorengan, knalpot, sampai kentut. “Tolong rokoknya dikurangi, Pak,” kata Dokter Beny, tanpa dosa. Bukankah dengan tak merokok saya mengurangi pendapatan kios maupun petani tembakau? Lagipula, dokter gemuk ini juga perokok!

Tapi saya turuti. Hari pertama ganjil rasanya. Biasanya setelah sarapan saya merokok, lalu siangnya ketika mulai beraktivitas. Keganjilan kian menjadi-jadi tatkala saya mengobrol dengan kawan. Mereka mengepulkan gulungan-gulungan pekat, menjentikkan abu di asbak, dan menyulut batang berikutnya saat rokok pertama telah musnah, yang memancing air liur. Saya komat kamit berdoa agar tak tergoda.

Hari kedua, saya mulai terbiasa. Saya taruh air kemasan di selangkangan saat bermobil, untuk mengatasi kebiasaan merokok ketika menyetir. Berulang-ulang saya tenggak air untuk mengatasi hasrat merokok.

Malam, hari ketiga, baru saya gelisah. Saat menulis, tangan keringatan. Kejanggalan datang, sebab saya biasa menaruh asbak di ujung kibod. Sambil menerawang, biasanya saya isap rokok dalam-dalam, kemudian menemukan banyak kata untuk dituang. Tak ayal saya tersiksa karena otak mendadak berkerak.

Itu sebabnya, saya memutuskan dengan bulat: saya harus merokok!

Tapi malam buta dan gerimis begini mana ada kios buka? Aha, Inilah solusinya: Saya ‘pinjam’ dulu rokok istri. Dia biasa menyimpan mentol di tas atau meja rias. Saya berjingkat-jingkat menjangkau tas kerja di meja, lalu merogohnya dengan napas memburu. Ups, ada! Saya berbinar-binar dibuatnya.

Nah, saya mulai tenang, mengetik pun lancar, meski sedikit pahit karena perlu adaptasi dulu setelah sekian hari tak menaruh rokok di bibir.

“Papaaaaaaa ... !!!” Suara melengking dari ruang tengah, pagi buta saat saya baru saja memeluk guling. Pasti itu istri saya yang marah mendapati kantong mentolnya kosong, sementara ia perlu merokok saat buang hajat.

Saya pura-pura pulas.

14 komentar:

Anonim mengatakan...

Huuuuu ... hajar mbak!!!

Anonim mengatakan...

dasar! pantesan bau apek tadi! ga ngrokok sminggu napa sih? pacarku ajah ga ngrokok skrang, dan tobat, xixixixi

Anonim mengatakan...

Merokok sambil goyang dombret,,, aseeeeekkkkkk,,, dung plak, dung palk,,, dung dung plak ...

Anonim mengatakan...

Duh, aku anti pria ngerokok jhe mas, sori ya, hihihihihi

Anonim mengatakan...

Merokok itu menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan janin. Itu kata pemerintah loh, bwhakakak!

Miss G mengatakan...

Oooh, ternyata menghilangnya karena ga merokok, begitu merokok lngsung bisa nulis ini lagi ya... (^^,)

Arief Firhanusa mengatakan...

Tanggapan untuk komentar persis di atas saya itu: :p

Anonim mengatakan...

ini pasti cegukan asap saat kumpul2 malam minggu kemarin itu. Suruh ngumpul sekalian tuh dokter, biar menghirup asap rokok-rokok lain di komunitas kita, hahaha ...

Rokok adalah teman sekaligus musuh. Mirip air, api, angin, atau tanah. Ya kan kang?

Riema Ziezie mengatakan...

padahal waktu baca alinea awal zie dah mau ngucapin selamat mas...eh jebule...pake acara nyuri rokoknya mba segala ga jadih deh hehehe...

Anonim mengatakan...

heheh...suami istri ternyata perokok? awal brenti ngerokok pasti susah banget ya. apalagi kalo dikelilingi sesama perokok. hubby saya juga perokok. doi sempat brenti sebentar, tapi eh balik lagi ngerokok...hah

Anonim mengatakan...

wekekekekekek...
ngerokok koq koyok nyandu narkoba kang...

Prihandoko mengatakan...

Hwuakakakakakak.........I am a smoker as well, I can imagine when you ran out of cigarette, you'll do something crazy...that's why they called it addiction.

Salam kenal mas

Anonim mengatakan...

saya kok paling nggak bisa merokok pas buang hajat.

merokok itu ibarat minum atau ngemil makanan. dimasukinnya ke mulut, lalu dihembuskan lagi.

Saya nggak bisa membayangkan ngemil sambil beol..

goresan pena mengatakan...

hm, merokok...gak papa kok...santai...
hanya menyumbangkan sebuah nyawa kita pada orang lain....
kan hanya kesehatan kita yang digerogot, toh efek rokok, banyak positifnya, paling tidak bisa mempertahankan lapangan pekerjaan, bisa menambah penghasilan yang jual...malah belakangan, rokok juga berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa toh???
gak papa... santai aja mas...
(dg getir)