Search

10 Nov 2008

IBU, MY HERO


"Rif, pulanglah. Ibu kangen."

Surat yang amat pendek. Ditangkup sampul kecil. Bu kos menyodorkannya tiga menit lalu.

Turun dari bus, angin pedesaan menerpa. Sulur-sulur rambut menampar-nampar pipi dengan lembut.

“Kau tak boleh segondrong itu. Nanti dikira kau anak nakal oleh para tetangga,” kata Ibu beberapa minggu silam. Saya tersenyum demi membayangkan Ibu akan mengomel lantaran saya lupa mencukur rambut.

Ibu menyambut dengan senyum bidadari di beranda. Saya mencium tangan kemudian pipinya. Baru kemudian Bapak. Tas saya disambar Ibu, kemudian ditaruh di sudut.

Sorenya kami bertiga duduk di bawah mangga. “Gimana kuliahmu?” Tanya Ibu sekonyong-konyong.

“Biasa saja, Bu. Ada beberapa praktik yang harus aku ikuti.” Saya mengerem kalimat untuk tak membuat Ibu berpikir keras. Ada beberapa alat yang harus saya beli untuk menunjang praktik, salah satunya kamera. Dan saya tahu Ibu-Bapak sedang kesulitan uang.

“Ayo ngomonglah kalau ada kesulitan. Ibu lihat matamu mengatakannya.” Ibu menatap dengan seksama. Saya bimbang sejenak.

“Ini, Bu, sebenarnya aku perlu kamera. Tustel sederhana saja. Ada praktik memotret ...”

“Berapa harganya?”

“Mungkin 500-an. Itu bekas. Kalau baru harganya jutaan.”

Ibu menerawang sebentar. “Besok kau beli kamera itu. Kalung ini dijual saja. Tak apa, Ibu bisa beli lagi lain waktu,” ujarnya seraya melepas kalung dari leher. Bapak mencoba meyakinkan saya dengan tatapan tenteram. Saya terharu dan tak bisa berkata apa-apa. Ingin bergegas menciumnya, memeluknya erat-erat menuju atmosfer ketujuh. Mata saya berkaca-kaca.

***

SEKIAN tahun berlalu. Kamera merk Pentax itu masih saya simpan. Terkadang saya menatapnya lama-lama. Senyum Ibu membias dan berkelebat. Senyum teduh yang mengalirkan energi berlimpah. Bukan hanya karena dari kamera itu saya akhirnya bisa memotret dengan benar dalam banyak liputan di negeri sendiri serta berbagai negara, namun momen siang di bawah mangga itu seolah membekali saya akan kekuatan seorang pahlawan.

Ibu adalah pahlawan saya. Cengkeraman tangannya pada detik-detik beliau menghembuskan napas terakhir pada suatu subuh di RS Telogorejo, Semarang, adalah sebilah pedang!

11 komentar:

Lia Marpaung mengatakan...

mas arief, apakah ini kisah nyatamu ? bila ya, tolong sampaikan salam hormatku untuk ibumu ya mas...sungguh, tanpa doa dan perjuangan mereka, tak mungkin kita sanggup berdiri sebagaimana kita sekarang ini....

membaca tulisanmu, membuatku rindu pada alm. ibuku....terimakasih sudah berbagi cerita yaa...

Arief Firhanusa mengatakan...

Iya, Lia, itu true story, tenang Ibunda yang memberikan segalanya untuk kami, anak-anaknya.

Semoga Ibu-ibu kita diberi tempat paling layak di sisi-Nya.

Boodeznee mengatakan...

Saya terharu membaca cerita di atas. Membicarakan Ibu dan segala pengorbannya memang tiada habis2nya ya Mas. Dan tidak akan pernah bisa terbalaskan. Itu membuat saya lebih menghargai setiap moment yang saya punyai bersama ibu saya.

Arief Firhanusa mengatakan...

Iya Des, mengobrolkan sosok IBU tak bisa berhenti hanya sehari. Ibu, bagiku, tak hanya memiliki surga di telapak kakinya.

Enno mengatakan...

hujan2 gini, mas arief bikin aku pengen nangis...

aku jd kangen ibuku... kemaren dah panik ngirain aku mau ninggalin dia ke australia...

duuh....

Anonim mengatakan...

aku malah udah nanggis duluan. lewat satu kalimat yang dibold ituhh.

Anonim mengatakan...

ah, tulisan ini jadi bikin aku ingat ibuku di tanah air...hiks

Anonim mengatakan...

disiang yang terik, seorang anak yang rindu dekapan ibu..
Ditulisnya rasa yang tak akan lepas dari ingatannya, setiap perjuangannya adalah doa untukmu ..
Doa yg terbaik kagem ibu yang hebat..

Miss G mengatakan...

Mampir...saya benci kepadamu..haha.. Saya benci sungguh benci, karena tulisan ini membuat saya teringat kpd mrk2 yg sudah berangkat duluan, saya benci, karena apa yg sudah saya timbun rapat2 itu digali lagi melalui rangkaian kalimat demi kalimat..

*PENTUNG*

Tadinya cuma mo numpang lewat malah jadi baca.

-wie- mengatakan...

bicara tentang ibu selalu membuat saya terharu mas...

kangen ibu ku ik...

Riema Ziezie mengatakan...

semoga Ibu Mas diterima disisi Allah SWT dgn penuh kedamaian ...Bapak Ibu kita adalah Pahlawan tanpa tanda jasa dan tak akan tergantikan sampai kapanpun..mari jadikan diri kita mjd anak yg berguna utk kebahagiaan Bapak Ibu kita didunia dan akhirat