Search

8 Okt 2008

JAKARTA


Arjuna mengirim teks YM begini kemarin: “Jadi pindah Jakarta, Kang? Wah, makan-makan, nih.”

Di kantor Semarang, saya nyengir saja. Kawan asal Solo yang kini mencari makan di Depok, Jabar, ini barangkali tak memahami kegelisahan saya.

Tapi, baiklah, ia memang berhak merasa senang karena kami bakal reuni. Maklum telah 10 tahunan kami tak bertemu muka. Jadi, pantas kalau kami bakal ngobrol apa saja, tentang banyak hal, di sela geraham mengunyah pecel atau nasi padang.

Reuni pula yang kelak akan saya gelar bersama teman-teman di Palmerah (Kompas, Bola, Nova, Otomotif, Bobo, The Jakarta Post, Radio Sonora) serta banyak lagi kawan yang tersebar di beragam media macam Indo Pos, Suara Pembaruan, Sindo, dll.

Nantinya saya juga akan berjumpa kawan-kawan lama di luar media, macam komunitas seni IKJ, beberapa asisten sutradara yang dulu satu sanggar di Semarang, teman penulis, serta mungkin saja kawan di komunitas blogger.

Cuma itu tadi, dada saya berdesir hebat. Teringat tahun 2002, saat kaki menginjak lantai Stasiun Tawang Semarang, saya pernah berikrar untuk tak lagi bekerja di Jakarta.

Jakarta yang pengap dan suntuk. Jakarta yang tak ada belas kasihan. Jakarta yang riuh tapi murung. Jakarta yang tak pernah tidur. Jakarta yang menghipnotis warga desa sampai akhirnya mereka tuna wisma. Jakarta yang menyulut gelombang urbanisasi!

Tetapi dunia sulit ditebak. Hidup adalah misteri. Kita mengambang di atas air kali, kemudian angin tiba-tiba bisa membawa kita bukan ke kanal seperti kita angankan, namun bisa membelok ke sebuah muara yang jauh dari pemikiran.

Saya harus meneruskan hidup, dengan berbagai risiko yang mengintai.

6 komentar:

Ardjoenaz mengatakan...

Kata seorang teman.. mengutip sebuah tulisan di gitar pengamen.. Hidup itu bagaikan penis.. kadang keras...kadang lembek.. kadang di atas..kadang di bawah..

menurut seorang pujangga eropa yang saya sangat lupa namanya.. hidup itu seperti bendera perang..terkadang kusut.. terkadang mulia di agung agungkan.. kadang pula sobek dan kusam di sana sini..kadang bertatahkan intan permata kemenangan.. tapi apapun bentuknya.. dia harus tegak di perjuangkan.. lebar di kibarkan..
seperti itu juga jakarta kang kuping..saya pun pernah punya niat untuk tidak tinggal di jakarta..tapi setelah berbagai pengalaman.. pembelajaran. dan pemahaman..ada satu nilai yang saya pahami... bahwa dimana mana pun ada ramai dan sepi.. di mana mana pun ada kelembutan dan kekerasan...bahwa dimana mana pun kasih dan tidak kasih ada.. tergantung bagaimana kita menarik dan memantulkannya..
kita adalah pancaran kasih ilahiah.. kita adalah jalan kemakmurannya..

selamat datang di jakarta.. bawa cinta.. temukan cinta.. dan tebarkan cinta..
salam

Arjuna

Anonim mengatakan...

Menarik sekali Jun cara meyakinkan yg kau lakukan untukku. Bendera ini semakin aku kibarkan di cakrawala seraya menabuh genderang perang dan cinta.

Thanks ya sob.

Enno mengatakan...

ah, nyempit2in aja nih :D

Anonim mengatakan...

Enno,
Halah bilang aja takut ada pesaing, hehe

The Diary mengatakan...

entah kenapa kalo org pindah ke Jkt kok malah seneng, padhal Jkt penuh sesak :(

Arief Firhanusa mengatakan...

lyla, aku juga sebenernya enggak terlalu suka kok dipindah ke jakarta :(