Search

15 Okt 2008

HANYA IWAN FALS, CUMA MAS IWAN


Dewi Persik dulu itu asyik. Paramitha Rusady pernah saya kagumi. Begitu pula Dhani Dewa, Aris Indonesian Idol, Ria Irawan, Rhoma Irama, Baim Wong, atau Tora Sudiro.

Tetapi belakangan badai menumbangkan kekaguman saya. Mereka rajin menyelinap dalam infotainment dan membuat mual. Ada-ada saja kisah yang menyelimutinya: kawin-cerai-rebutan anak-saling olok-pacaran-dan sampah!

Saya pernah mencurigai infotainmen. Jangan-jangan mereka dibayar untuk memberitakan seseorang guna mendongkrak popularitas. Namun kecurigaan ini berangsur memudar lantaran sering pemberitaan mengenai selebritis justru berimbas pada rasa eneg terhadap sepak terjang mereka yang kampungan.

Baim Wong, umpamanya, ia memaki dengan kasar seorang wartawan gara-gara ia merasa nama baiknya dicemarkan. Sikap preman itu pernah ditunjukkan Deasy Ratnasari atau Sarah Azhari. Sarah malah melempar asbak ke jidat seorang jurnalis dan kasusnya diseret ke pengadilan.

Dhani dengan rentetan konfliknya dengan Maia, istri tercinta (setidaknya pernah ia cintai. Kalau tidak cinta mana muncul tiga anak laki-laki dari persetubuhan keduanya?), pernah saya kategorikan mendongkrak ketenaran dengan muncal-muncul di infotainmen.

Tetapi dengan tampang arogannya saat diwawancara, kemudian ruwet rumah tangganya yang seolah tanpa ujung, mana ada orang menaruh simpati? Dengan demikian, saya mulai tidak percaya bahwa Dhani mengatur aneka rupa pemberitaan itu dengan ‘membeli’ selot infotainmen.

Ada pula pemain-pemain bau kencur yang main di sinetron saja baru dua-tiga judul, tapi kemudian mendadak berpacaran dengan Anu, lalu mengumbar janji mau menikahlah, terus kemudian runtang-runtung di beragam acara agar kamera infotainmen menyorotnya. Bah! Yang bodoh para wartawan, atau ‘bintang-bintang’ itu pintar memanfaatkan momen?

Dari sini, saya kemudian sadar tak ada satupun selebriti yang saya kagumi lagi, kecuali Iwan Fals. Nyaris tak ada kabar miring terhadapnya, bahkan ia tampak makin bersinar saat melakukan lintasgenerasi.

Anak-anak SMP fasih menyanyikan Ijinkan Aku Mencintaimu atau Aku Bukan Pilihan. Generasi saya hapal benar lirik Sumbang yang mengritik Suharto, Wakil Rakyat yang menyindir DPR, atau Kebaya Merah yang ‘judes’ terhadap Bumi Pertiwi yang makin awut-awutan. Insya Allah, kharismanya tetap terjaga bahkan jika nanti ajalnya tiba, tanpa infotainmen rutin memberitakannya!

Sebab itu, di tengah carut marut negeri ini, saya rindu Mas Iwan ...

2 komentar:

Ardjoenaz mengatakan...

mas arief..
apa mereka yang bekerja untuk infotainment itu layak di sebut wartawan..
sampeanmenyebut mereka.. seolah mereka seprofesi dengan sampean..apa layak ?
apa yang mereka wartakan?.. media mana yang mempekerjakan mereka.. apa kode etik yang mereka jaga ?.. pendidikan apa yang mereka perjuangkan untuk publik ?.. apa layak mereka di sebut wartawan..
saya pikir sampean cuman lupa .. atau salah sebut saja
sampean mungkin jg lupa beberapa tokoh lain.. ebiet g ade.. chrisye (alm )
mereka pun mencukupkan diri untuk mengabdi.. tanpa banyak pretensi
tenar hanyalah bonus..harga yang wajar atas banyaknya karya yang sangat bernilai..
sampean pun bisa menjadi bagian dari mereka kang..sampean punya semuanya untuk itu..

Arief Firhanusa mengatakan...

Komentar Arjuna selalu membuat saya bergetar.

Well, wartawan, jurnalis, reporter, tukang ngibul di infotainmen hanyalah sebutan. Prinsip kerjanya sama: menyuguhkan berita atau informasi, dengan media jelas, remang-remang, atau koran kuning sekalian. Perkara kita percaya informasi yang disajikan atau tidak, terserah kita.

Ebiet saya kagumi, Mas Chrisye juga iya. Hanya, Iwan Fals itu sepanjang jaman. Lagu-lagunya merentang hingga jaman sekarang, dan relevan!

Itu titik yang saya bidik. Saya bisa menyebut yang lain (umpama Chrisye atau Ebiet), hanya, bagi saya, pengidolaan itu cuma untuk seseorang (dalam satu bidang), karena saya juga mengidolai Maradona di dunia sepakbola.

Peace, Arjuna, hehe!