Search

19 Apr 2008

POLISI


POLISI negeri ini selalu berselimut nyinyir. Setiap ada sekelompok polisi berdiri di tepi jalan, kita disergap tanda tanya: “Wah, ada apa lagi ini?”

Tetapi tadi pagi saya menemukan fenomena. Seorang polisi berlari kencang mendekati seorang tuna netra yang terjebak padatnya perempatan Dr Cipto, Semarang. Pria tuna netra ini sudah mengayun-ayunkan tongkatnya agar diberi jalan, tatkala ia mau menyeberang dari arah Dr Cipto menuju Bangkong. Namun pengendara motor berulangkali nyaris menyambarnya karena pagi hari di area ini memang kawasan sibuk.

Polisi tadi – deskripsinya, muda, rada ganteng, sawo matang, dan gaul (pakai kacamata hitam) -- secepat kilat menjumput lengan bapak yang tengah terjebak, kemudian menuntunnya ke trotoar seberang jalan.

Saya nyaris bertepuk tangan. Sumpah bukan menyindir, tetapi sangat salut. Saking terpana, saya kelupaan menyambar kamera (lagipula tustel itu ada di tas laptop, dan perlu merogohnya ke kedalaman tas untuk mendapatkannya), sehingga momen ‘besar’ ini terlewat begitu saja (untuk hal ini jujur saya akui naluri kewartawanan saya mandeg dan perlu dikasih rapor merah).

Peristiwa campur tangan polisi untuk hal-hal krusial seperti ini bukan sekali saja saya jumpai. Di tempat yang sama, beberapa bulan sebelumnya, terjadi tubrukan antar dua sepeda motor. Pengendaranya siswi SMA, melawan seorang bapak. Siswi ini terlempar sekian meter dari titik tabrakan, dan pingsan.

Dua orang polisi yang mangkal di pos perempatan ini secepat angin menyambar tubuh korban, lalu membobongnya ke keteduhan terdekat. Sang polisi memprioritaskan korban kecelakaan, karena ini kaitannya sama nyawa, sedangkan si bapak yang langsung bangkit setelah benturan diurusi belakangan. Salut! Sayang, lagi-lagi saya tak mampu cepat-cepat memotret momen penting ini, padahal saat itu kamera digital menggantung di gesper saya.

Ada sisi-sisi baik polisi kita, di luar ribuan makian yang tertuju ke pengayom masyarakat tersebut lantaran: “urusan dengan polisi, pasti melibatkan uang”.

Saya melihatnya dari sisi positif kepedulian polisi atas dasar kemanusiaan. Nah, perkara nanti ternyata berbuntut duit (atawa sekadar mencari muka) atas dua kejadian yang saya ilustrasikan tadi, wallahu alam bisawab!

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ada polisi macam itu bang? weh.. di semarang? hmmmm....

jangan2 sampeayan lagi tergila-gila ma polwan. hahahaha

aku belum secanggih itu bang, mengenal perempuan. belum dapet ilmu lebih dari gurunya. sampeyan maksudku

Arief Firhanusa mengatakan...

whahahahah ... (tawa perih MODE : ON). Ternyata cuma ente aja yang sudi dan rajin ngasih komen di blog ini.

Never mind, anyway, busway. EGP. Yang penting ngeblog en ngaplok sana-sini.

Ilmu yang aku punya udah abis, blue, masalahnya aku hidup di tiga jaman. Jaman pertama dan kedua bisa kuatasi. Lha jaman ketiga (dimana para ABG dan perempuan muda seronok dengan gincu berkilatnya) tetap milik para muda kayak sampean. Aku wis tuwo, dan gak laku lagi (karena udah laku).

Whuhwhahahah ... (tawa beneran dan tulus)

Anonim mengatakan...

tapi ilmunya belum abis. sini kau lempar ke aku yang masih hidup di jaman kedua.

hehehehe.. (tawa dengan berharap.)