
Pagi, siang, malam, masyarakat dibenamkan pada persoalan-persoalan bintang, atau mereka yang mengaku bintang, selebriti, atau setengah selebriti. Pagi, siang, malam, seolah tak ada berita kosong tentang mereka.
Infotainmen merayu remaja dan ibu-ibu untuk tersedu, menitikkan airmata, kecewa, penasaran, kesal, gembira, sekaligus lupa bahwa yang berperkara itu bukan sanak famili, apalagi anak-bini.
Infotainmen yang (konon) mengaduk-aduk perasaan itu sesungguhnyalah alat pengelabuan massal yang digerakkan industri televisi. Dengan demikian, program ini menjadi alat paling efektif untuk sensasionalisasi figur publik dan 'bisa diatur'.
Dalam artian, karena bersifat 'mengikat' (karena ditunjang oleh pengidolaan kepada bintang), maka dimanfaatkan secara semena-mena oleh mereka yang perlu mendongkrak popularitas.
Lihatlah mereka yang keluar masuk Pengadilan Agama. Tengok mereka yang rebutan anak dan hak asuh, coba juga telaah pecat memecat personel grup band, sampai cakar-cakaran antarteman. Warna apa cat kuku mereka, model rambut, hingga isi WC artis pun dipublikasikan. Omong kosong!
Isu dihembuskan tanpa malu-malu. Gosip diletupkan sampai harga diri tak dipedulikan lagi. Yang penting komoditi. Yang penting raihan perhatian. Bintang, atau orang-orang yang mengaku bintang, kelabakan karena tak lagi disiarkan televisi, jarang diberitakan koran maupun tabloid. Padahal mereka mencari nafkah dari sana, atau berharap mengasi rejeki dari pemberitaan kontinyu.
Maria Eva diundang ke banyak talkshow usai kasus video porno. Angel Lelga mendadak mahal sesudah kawin siri dengan Aman Jagau. Padahal, siapa Angel? Siapa Maria Eva?
Mungkin kalau saya artis dan mulai tak dikenal publik lagi (atau pengangguran yang pengin cepet terkenal), jalan yang saya tempuh paling-paling ya infotaimen itu ...