LOLITA menatap relung mata Paundra. Secarik berkas putih ia siratkan, melesak dan bersemayam dalam dada kekasihnya. Di pembaringan, Paundra tampak lelah.
"Ambil gitar itu, Lolita, nyanyikan untukku lagu termerdu," bisik Paundra seraya mengayunkan mata menuju gitar di atas sofa.
Lolita mengambil gitar. Duduk bersila di sudut ranjang. Menekan lembut kaki Paundra yang dingin. Lalu mulailah ia memetik senar. Ia nyanyikan Cinta Putih, lagu Katon Bagaskara.
Mari kita jaga sebentuk cinta putih yang telah terbina
Sepenuhnya terjalin pengertian antara engkau dan aku
Masihlah panjang jalan hidup mesti ditempuh
S’moga tak lekang oleh waktu
Cukup bagiku hadirmu
Membawa cinta selalu
Lewat warna sikap kasihku
kau ungkap tlah terjawab
Jika kau bertanya sejauh mana cinta membuat bahagia
Sepenuhnya t’rimalah apa adanya dua beda menyatu
Saling mengisi tanpa pernah mengekang diri
Jadikan percaya yang utama
Mata Paundra memejam. Larut. Hanyut. Mengalir menyusuri darah di segenap aorta. Darah yang sedang bermasalah ...
"... Positif, Lita. Leukemia ... " Ujarnya pendek di telepon, dengan geletar yang mengoyak tenggorokan.
Di seberang, Lolita terdiam. Lama. Hanya isak tangis. Ya, tak ada kata-kata.
"Kamu masih mencintaiku, kan?" Tanya Paundra putus asa.
Tak ada jawaban. Tetapi esoknya Lolita mengatakan cintanya dengan dekapan. Di beranda, di sela gerimis tebal, Lolita menciumi pipi Paundra. Ia tak ingin dipisahkan dengan Paundra, walau seinci saja.
Paundra mendapatkan cinta Lolita, suatu pagi, Desember 2006, menjelang malam pergantian tahun. Paundra hanya anak pemilik kafetaria mungil di sudut kampus. Tak ada baju mahal, lebih-lebih Blackberry. Ia mencatat daftar makan Lolita dan teman-temannya, lalu menghambur ke dapur.
Saat meninggalkan kafe, dompet tebal Lolita tertinggal. Paundra mencari-cari Lolita. Namun sampai hari kelima tak bertemu juga. Ia pun akhirnya bergegas menuju rumah Lolita. Dari KTP Paundra mendapat alamat. Ada 2 juta yang terjalin rapi serta 5 kartu kredit dalam dompet. Dan ia bukan pria yang mudah tergoda.
Di teras, Lolita bersorak girang. Ia menyangka dompetnya terhempas di jalan raya, atau dicopet saat berbelanja di toserba. Ia bahkan telah melaporkan kehilangan ini ke polisi.
Lolita mencabut 100 ribu untuk balas jasa. Tapi Paundra menolaknya. "Tidak, non, terima kasih. Saya senang menerimanya, tapi lebih senang lagi kamu nggak kehilangan sepeserpun uang di dompet itu," katanya. Ia lantas bergegas pulang, membantu ibunya melayani mahasiswa.
Tapi jalan hidup adalah misteri terbesar arcapada. Lolita menghabiskan malam-malamnya yang sepi dengan menelepon Paundra. Ia berkisah banyak, bercerita panjang. Bahasa lisan yang diliputi buncah tawa, isak sengal, dan cemburu.
"Tak percaya! Pasti kamu udah punya pacar!" Berondong Lolita.
"Sumpah!"
"Tak perlu bersumpah. Aku percaya kamu."
Kepercayaan. Rasa aman. Rasa tenteram di hati. Itu yang Lolita dapatkan dari Paundra.
"Aku pernah hamil ... Keguguran. Dikuret ..." ucap Lolita suatu hari. Ia menunggu reaksi Paundra. Seolah menanti eksekusi. Ia sudah bersiap andai Paundra meludah. Atau memaki. Atau menyumpahserapahi. Tapi tak ada respon berlebihan. Emosi yang super stabil. "Kau tak bertanya siapa yang melakukannya?" Sambung Lolita, tak sabar.
"Itu berapa tahun lalu?" Tanya Paundra dengan ketenangan luar biasa.
"2004."
"Hm, berarti telah sekian lama. Dan aku yakin kau menyesalinya. Sesal yang kau bawa hingga kau duduk di depanku ini. Untuk apa aku menanyakan siapa yang menghamilimu kalau itu hanya akan menguak luka lama?"
"Sesal itu hanya enam bulan sesudah kejadian. Aku mengulanginya lagi. Hinggap di cowok-cowok berikutnya."
"Lalu untuk apa kau ceritakan?"
"Agar kau tahu betapa nistanya hidupku."
"Hidupmu tidak nista, setidaknya setelah aku menemukanmu dalam kondisi baik-baik saja."
"Kau tak menyesal?"
Paundra menggeleng.
"Kau percaya aku telah meninggalkan jejak lama dan kemudian menemukanmu secara utuh untuk menandaskan bahwa aku pernah tak mempercayai laki-laki manapun selama setahun terakhir sebelum akhirnya memutuskan untuk mencintaimu hingga ajal tiba dan bersumpah tak akan mencari penggantimu andai kau memenuhi panggilan-Nya?"
Paundra menangkupkan kepala Lolita di dadanya. Detak cinta yang melebihi berjuta-juta kata, meski ada jurang menganga: Lolita putri tunggal direktur Pertamina, sedangkan ia hanya anak pemilik kafetaria ...
"Ambil gitar itu, Lolita, nyanyikan untukku lagu termerdu," bisik Paundra seraya mengayunkan mata menuju gitar di atas sofa.
Lolita mengambil gitar. Duduk bersila di sudut ranjang. Menekan lembut kaki Paundra yang dingin. Lalu mulailah ia memetik senar. Ia nyanyikan Cinta Putih, lagu Katon Bagaskara.
Mari kita jaga sebentuk cinta putih yang telah terbina
Sepenuhnya terjalin pengertian antara engkau dan aku
Masihlah panjang jalan hidup mesti ditempuh
S’moga tak lekang oleh waktu
Cukup bagiku hadirmu
Membawa cinta selalu
Lewat warna sikap kasihku
kau ungkap tlah terjawab
Jika kau bertanya sejauh mana cinta membuat bahagia
Sepenuhnya t’rimalah apa adanya dua beda menyatu
Saling mengisi tanpa pernah mengekang diri
Jadikan percaya yang utama
Mata Paundra memejam. Larut. Hanyut. Mengalir menyusuri darah di segenap aorta. Darah yang sedang bermasalah ...
"... Positif, Lita. Leukemia ... " Ujarnya pendek di telepon, dengan geletar yang mengoyak tenggorokan.
Di seberang, Lolita terdiam. Lama. Hanya isak tangis. Ya, tak ada kata-kata.
"Kamu masih mencintaiku, kan?" Tanya Paundra putus asa.
Tak ada jawaban. Tetapi esoknya Lolita mengatakan cintanya dengan dekapan. Di beranda, di sela gerimis tebal, Lolita menciumi pipi Paundra. Ia tak ingin dipisahkan dengan Paundra, walau seinci saja.
Paundra mendapatkan cinta Lolita, suatu pagi, Desember 2006, menjelang malam pergantian tahun. Paundra hanya anak pemilik kafetaria mungil di sudut kampus. Tak ada baju mahal, lebih-lebih Blackberry. Ia mencatat daftar makan Lolita dan teman-temannya, lalu menghambur ke dapur.
Saat meninggalkan kafe, dompet tebal Lolita tertinggal. Paundra mencari-cari Lolita. Namun sampai hari kelima tak bertemu juga. Ia pun akhirnya bergegas menuju rumah Lolita. Dari KTP Paundra mendapat alamat. Ada 2 juta yang terjalin rapi serta 5 kartu kredit dalam dompet. Dan ia bukan pria yang mudah tergoda.
Di teras, Lolita bersorak girang. Ia menyangka dompetnya terhempas di jalan raya, atau dicopet saat berbelanja di toserba. Ia bahkan telah melaporkan kehilangan ini ke polisi.
Lolita mencabut 100 ribu untuk balas jasa. Tapi Paundra menolaknya. "Tidak, non, terima kasih. Saya senang menerimanya, tapi lebih senang lagi kamu nggak kehilangan sepeserpun uang di dompet itu," katanya. Ia lantas bergegas pulang, membantu ibunya melayani mahasiswa.
Tapi jalan hidup adalah misteri terbesar arcapada. Lolita menghabiskan malam-malamnya yang sepi dengan menelepon Paundra. Ia berkisah banyak, bercerita panjang. Bahasa lisan yang diliputi buncah tawa, isak sengal, dan cemburu.
"Tak percaya! Pasti kamu udah punya pacar!" Berondong Lolita.
"Sumpah!"
"Tak perlu bersumpah. Aku percaya kamu."
Kepercayaan. Rasa aman. Rasa tenteram di hati. Itu yang Lolita dapatkan dari Paundra.
"Aku pernah hamil ... Keguguran. Dikuret ..." ucap Lolita suatu hari. Ia menunggu reaksi Paundra. Seolah menanti eksekusi. Ia sudah bersiap andai Paundra meludah. Atau memaki. Atau menyumpahserapahi. Tapi tak ada respon berlebihan. Emosi yang super stabil. "Kau tak bertanya siapa yang melakukannya?" Sambung Lolita, tak sabar.
"Itu berapa tahun lalu?" Tanya Paundra dengan ketenangan luar biasa.
"2004."
"Hm, berarti telah sekian lama. Dan aku yakin kau menyesalinya. Sesal yang kau bawa hingga kau duduk di depanku ini. Untuk apa aku menanyakan siapa yang menghamilimu kalau itu hanya akan menguak luka lama?"
"Sesal itu hanya enam bulan sesudah kejadian. Aku mengulanginya lagi. Hinggap di cowok-cowok berikutnya."
"Lalu untuk apa kau ceritakan?"
"Agar kau tahu betapa nistanya hidupku."
"Hidupmu tidak nista, setidaknya setelah aku menemukanmu dalam kondisi baik-baik saja."
"Kau tak menyesal?"
Paundra menggeleng.
"Kau percaya aku telah meninggalkan jejak lama dan kemudian menemukanmu secara utuh untuk menandaskan bahwa aku pernah tak mempercayai laki-laki manapun selama setahun terakhir sebelum akhirnya memutuskan untuk mencintaimu hingga ajal tiba dan bersumpah tak akan mencari penggantimu andai kau memenuhi panggilan-Nya?"
Paundra menangkupkan kepala Lolita di dadanya. Detak cinta yang melebihi berjuta-juta kata, meski ada jurang menganga: Lolita putri tunggal direktur Pertamina, sedangkan ia hanya anak pemilik kafetaria ...
***
SIANG dengan gemerisik daun bambu. Lolita duduk bersimpuh. Tanah pekuburan masih basah. Ia menatap pusara Paundra dengan kabut yang melingkupi mata ...
***
(Terinspirasi oleh film Autumn in New York, dibintangi Richard Gere dan Winona Ryder)
14 komentar:
edan! gwa pertama!
well, then... leukemia nggak 'seindah' itu.
wah...layatan maning!
wadew..paundra nyusul si jebul...
"Leukemia" ??
Gak bisa komen
Bagaimana bisa anak warungan kau namai "Paundra"? Bagaimana pula kau menggampangkan proses percintaan yang cuma melalui "dompet ketinggalan"?
Ah, kau terlalu banyak nonton sinetron rupanya, rief!
Saya lebih suka cerita-ceritamu yang dulu, yang membumi dan manusiawi!
saya setuju sendangmulyo. lazimnya, anak penjual nasi ya Prasetyo, Ruba'i, atau Kamidi .. hihihihi, ampun Bang Arief.
Hai Bang Arif
Aku ikutan Comment yak..
Aku gak sepinter bang Arif buat bikin cerpen yang bagus
Tapi begitu aku buka blog ini
jujur aku kagum Bang..
Aku seneng baca
Aku seneng nulis
dan tulisan abang bisa jadi tempat belajar saya
emang masih ada ya cowok seperti Paundra di jaman sekarang?tapi sayang cowok sebaik Paundra harus mati muda.
seperti menonton sebuah film mini...semuanya tergambar dalam benak saya... seperti slide yang bergantian tiap momentnya...
hebat benar penulisnya...
siapa sih? mbok saya dikenali mas...
hehehheheh....
Surat kepada
A. The Bitch
Maaf, Pito, saya memang membidik dari sudut yang lain.
B. Mbak Ayik Sekar Lawu
Hahahaha ... (ngakak beneran)
C. Mbak Ernut
Wakakaka ... (ngakak beneran, lebih kencang)
D. Embun Pagi Iyas
Maaf, dek, maaf ...
E. Sendangmulyo
Ampun, Kang, saya melakukan kecerobohan kecil untuk nama "Paundra", tapi untuk "dompet cinta" saya mendebatnya begini: cinta bisa hadir lewat celah semut sekalipun.
Oya, saya masih tetap antisinetron, meski selalu menghargai mereka yang setia padanya.
F. SNEX
Mas Imam kutimpuk pake asbak **PLETAK!"
G. Itik Bali
Membuat saya besar kepala, tapi saya menghargai kejujuranmu.
Selamat datang di rumah saya. Kita bakal saling tegur sapa tanpa bosan.
H. Endang
Ada, Mbak, terutama di film-film atau novel, hehehe ...
I. Hezra Goresan Pena
**Tanpa komen, tapi langsung saya cubit lengannya**
Coba menulis cerpen tetapi disisipin filsafat kaya buku silatnya Kho Ping Ho, untuk referensi buku-buku silat Kho Ping Ho bisa dicari di Pasar Johar Semarng.
melihat kedua nama itu bikin aku langsung tersenyum. kebetulan lagi baca novel Lolita karya vladimir nabokov, salah satu literatur kontroversial abad 20 dg gaya penulisan yg inovatif. nama yg satunya, paundra, mengingatkanku pd si empunya blog langitjiwa
cerpenmu menegaskan kembali apa yg jadi dambaan banyak insan dlm soal cinta: till death do us part. hingga kematian memisahkan kita berdua. menurutku, ini yg namanya cinta sejati
Ternyata (habis baca beberapa komentar di atas) saya jadi berpikir, bhw diskriminasi thdp org2 kecil itu sudah merasuk jauh lebih detil, bahkan namanya pun ga boleh Paundra karena ga cocok dgn strata sosial yg disandangnya, kasian ya jadi org kecil itu, hak punya nama bagus utk dituliskan di cerpen pun diprotes2, hihihihiii... *kasiaaaannn deh lu!*
Surat kepada
@PUTRI SOLO
Ko Ping Ho ya? Hm, bapak saya Ko Ping Ho-mania. Rasa-rasanya di lemari beliau masih ada setumpuk novel itu. Cuma, jujur saya kurang telaten membaca novel jadul ini, meski katanya banyak nilai filosofi bisa didulang. Nantilah, mungkin saya berubah pikiran. Makasih, Mbak, atas atensinya.
@NITA
Saya lebih pas dengan istilah "sahabat sampai akhir hayat", sebab sahabat mewakili konstelasi batin antar dua makhluk berbeda jenis kelamin. Suami-istri salah satunya.
@G
Idem dito dengan Nita, nama Lolita dan Paundra memang rada asing di telinga. Tentu, terutama Paundra, adalah nama yang keren. Terakhir nama ini kependekan dari Paundrakarna Sukmaputra Jiwanegara, pemain sinetron, bintang iklan, dan penyanyi.
Paundra adalah keturunan ningrat Jawa, buah pernikahan KGPAA Mangkunegoro IX dan Sukmawati Soekarnoputri, putri Bung Karno.
Saya setuju G, meski menghargai pendapat beberapa orang tentang "the right name in the right place".
Cuma, siapa akan menggugat kalau abang becak memberi nama anaknya Maradona, Brad Pitt, atau Jennifer Lopez?
Posting Komentar