Search

6 Jun 2008

Kisah Ranting Patah

RANTING itu bukan salju. Ia retak dan kemudian tanggal, sementara salju bisa digumpalkan lagi dalam genggaman setelah pecah.

“Aku bahkan ranting di musim kemarau, Mas. Aku benar-benar patah,” begitu ucapnya dalam pagi yang gerah.

Pilu itu mengalir deras menyusuri udara, meletup dari sebuah sudut Kota Jakarta, terlempar dengan seksama menuju satelit di mayapada, kemudian tergopoh menghambur ke speaker ponsel saya. Tiba-tiba. Seolah mumi bangkit dari kotak mayat dan menghantui saya dengan lekas.

“Mengapa bisa terjadi?”

“Tak ada lagi tujuan. Itu alasan pacarku saat memilih untuk berpisah. Tak ada jalan. Tak ada rongga. Tak ada jalan setapak menuju huma. Tak ada lagi kemesraan di tengah kami … “ Ia mengguguk, pelan dan rentan.

Udara menyesap. Tetapi semilir ini tentu tak mampu menghalau pengap yang tengah berontak dalam aortanya. Saya turut sedih. Tak banyak yang bisa saya ucapkan kecuali membuatnya terus berbicara. Namun tersendat dan gagap. Ia mengiba dan lara.

Sambil mengerjap mata, saya mencari malaikat dan peri. Saya ingin menyampaikan kabar bahwa Tuhan senantiasa terjaga dengan tongkat wasiatnya. Tak satupun kereta berhenti, biarpun ia menumpahkan penumpang di setiap stasiun. Tak ada kapal yang bergolak dan karam, meskipun riak menghantam. Tak ada peluh yang habis hanya karena terlalu sering diseka.

Ia mulai memejamkan mata saat saya ceritakan kisah tentang “bintang jatuh”*). Namanya Yvaine. Ia luruh ke bumi, diperebutkan oleh para putra Raja Stormhold, sejumlah tukang sihir, dan Tristan.

Tristan adalah remaja tanggung yang mencintai Victoria setengah mati. Lantaran menggebu-gebu, Tristan berjanji memberikan “bintang jatuh” untuk hadiah ultah Victoria.

Tetapi garis nasib memutuskan lain. Pada saat pencarian yang sarat konflik dan berliku, Tristan justru terikat asmara dengan Yvaine, Sang Bintang Jatuh itu. Ia sadari, Victoria bukanlah kekasih dambaan hati. Di sisi lain, Yvaine menemukan pohon yang teduh dari mata Tristan, setelah ia begitu lama mengambang di udara saat menyinari bumi pada setiap malam.

Bintang yang jatuh tak selamanya hampa, sayang. Pasti ada keteduhan lain yang menunggumu, yang akan kau temukan jika kau sibak padang ilalang.



: Kepada Mungil yang tengah dihempas prahara
*) Disadur dari film
Stardust, besutan sutradara Matthew Vaughn. Stardust yang dirilis pada 2007 ini adalah adaptasi dari komik grafis karya Neil Gaiman (1998)




7 komentar:

Meita Win mengatakan...

terimakasih, Mas! :)
I'm glad to have u as a brother :)
thanks...

Klo Blue bilang 'terimakasih' diganti dengan 'Iloveu' then...Iloveu :)

Anonim mengatakan...

mantab mas tulisannya..
sumpah matab. aku sampai menggigil seolah-olah bayang-bayang keretakan itu ada pada saya. bukan diri si mungil.

siMungil memang sedang lara. ia terisak-isak dalam kesakitan yang maha perih.

Arief Firhanusa mengatakan...

blue, tolong rambutnya diusap. aliri dia dengan seberkas lilin. Plis!

Meita Win mengatakan...

buset deh..yang ada kebakar dong!!
terimakasih...terimakasih...

Anonim mengatakan...

pada ngomong apa ya???? *ah pasti masalah orang dewasa....:p*

Anonim mengatakan...

lilin bukanya cepat leleh mas..
gimana kalo petromax sekalian??

Arief Firhanusa mengatakan...

Huahuahuahuahakakaq ...!!!