Search

26 Jun 2008

Di Pintu Mati


Solo-Semarang dengan sekeranjang mendung, membuat mobil saya limbung. Berulang saya menoleh ke kaca, mendapati wajah tirus tanpa aura. Kacamata Oakley palsu yang saya beli seharga Rp 20 ribu di Kartosuro – semata emergency guna menangkal matahari yang nyalang menembus kaca – malah membuat kepala saya diliputi bencana.

Angin berdesir lirih saat saya membuka kaca. Asap segera menghambur keluar. Berbatang-batang rokok dengan leluasa mengalirkan racun ke jantung dan paru-paru saya, melumurinya dengan ancaman kematian yang lekas, selekas saya menginginkannya.

Saya di ambang gila barangkali saja. Kegilaan yang ditempa godam, laksana tapal kuda yang dihantam palu oleh tukang besi secara bertubi-tubi, di atas tungku yang baranya menyala-nyala. Kegilaan yang menghadirkan mimpi buruk tatkala saya berhenti di kerindangan akasia di trotoar Boyolali. Mata saya terpejam dalam sergapan AC, tapi hati saya meloncat-loncat menghindari serbuan perih.

Di sebuah ruang antara hidup dan mati, arwah Ibu menukik tajam dari langit dengan rumbai baju putih yang berkelebat mengikuti tubuhnya. Senyumnya masih putih seperti dulu. Ia mengulurkan tangan, menepuk pundak dan mengelus dengan lembut setiap jengkal rambut saya.

“Jangan mati sekarang, nak, karena kau masih dibutuhkan oleh banyak orang. Percayalah pada sifat-sifat kemuliaan, karena kau adalah manusia yang mulia. Ibu tahu hatimu luka. Ibu tahu ada napas yang membara. Namun masih banyak hal yang harus kau lakukan sebelum malaikat benar-benar menjemputmu, meski kau harus lebih banyak lagi berkorban. Waktunya zuhur, coba ambil air wudlu untuk kehadiranmu di depan Gusti ...”

Saya tergeragap dan sontak menggerakkan mobil ke masjid di sebelah terminal.

9 komentar:

Anonim mengatakan...

rief, mencerna kegundahan hati jangan pakai kepala, tapi lakukan dengan hati juga.

Akan terjadi bentrok dan benturan antara hitam dan putih saat dirimu kontemplasi. Tapi yakinlah bahwa hidup itu seperti perahu. Butuh keseimbangan agar tak tenggelam ...

Anonim mengatakan...

Ih, kok serem sih mas? Jangan mati dulu ya mas, pliisss

Anonim mengatakan...

kalo sampeyan mati, aku ikut siapa mas?

Anonim mengatakan...

Kang, aku liat akhir-akhir ini sampeyan super labil. Ada apa gerangan? Mari kita bahas ramai-ramai jika ada masalah.

Aku sayang sampeyan, mas.

Anonim mengatakan...

Mengapa, Mas? Ada apa? Ayo dong sharring. Nggak seperti Mas Arief yang aku kenal deh.

Anonim mengatakan...

Hayoooo,, lagi ada problem yo? Halah, ultah malah serem gitu. Makan-makaaaaan ...

Enno mengatakan...

halah... sok depresi deh engkau mas! apa sih yg kurang dlm hidupmu? karir oke, isteri cantik, anak2 perfect... syukur nikmat sm Allah mas...
Memang cancer itu suka bikin2 masalah sendiri hehehe... (spt biasa bkn enno klo gak ketus weksss!) :p

Anonim mengatakan...

tak perlu kau buat demikian itu bang.
benar kata bang Handry itu.. pake hati lah meski sedikit2..

Meita Win mengatakan...

Sekali-kali memang mesti begini yah? Klo tidak hidup tidak akan pernah seimbang, jiwa raga :)