RIFKY namanya. Usianya 3 tahun kira-kira. Pendek, hitam, dan kusut. Ia jarang memakai sandal, bahkan ketika paving blok jalanan gang sedang membara disengat terik.
Ia luar biasa nakal. Kata para tetangga, sifat Rifky menurun dari Roni, sang bapak. Waktu kecil, Roni suka melompati pagar untuk ngembat jemuran, mencuri mangga, atau mengusili gadis-gadis lewat. Usia 16, ia minggat ke Jakarta dari sebuah pondok pesantren di Pati, Jateng, menjadi tukang batu atau mengecat gedung bertingkat.
Mau tahu seperti apa nakalnya Rifky? Ini dia: mengencingi teras masjid, menggores badan mobil -- termasuk mobil saya-- dengan setang sepeda, memukuli anak-anak sebaya, melempar batu ke beranda tetangga yang menimbulkan ribut kecil. Betis saya, suatu petang, pernah dikencingi. Dan ia lari cengengesan saat saya mengacunginya sandal.
Rikfy menjadi momok di gang depan rumah. Dua-tiga menit ia masuk ke gerombolan bocah, jaminan ada yang meraung-raung. Entah karena jidat bengkak setelah digasak, atau sekadar memar dicubiti Rifky.
Itu mengapa Mbak Lastri, ibu Rifky, perlu dari pintu ke pintu meminta maaf. Setelah kaki saya dikencingi itu, ia membawakan saya lima potong pisang goreng untuk 'menyuap'. Saya bilang kepadanya, biarlah tak perlu repot-repot memberi saya gorengan, sebab betapapun Rifky adalah bocah. Ia bakal sadar akan kesalahan setelah nanti bersekolah, atau menginjak remaja.
Tapi, Rifky punya potensi susah dipermak, mengingat ia bergumul dengan pergaulan keras terminal bus. Mbak Lastri suka membawanya ke warung terminal, tempat ia mengais nafkah. Terminal di negeri ini, dimanapun tempatnya, penuh perilaku kasar, sikap maupun ucapan.
Pernah Rifky memaki (maaf) "asu!" ketika seorang anak mendorong sepedanya secara tiba-tiba.
Tapi, entah mengapa, saya pernah rindu padanya, rindu cengirannya yang tanpa dosa, ketika selama seminggu saya bertugas di luar kota. Terkadang bahkan saya mendapatkan inspirasi dari rambutnya yang gimbal, menolong saya dari pikiran mampat pada saat bersiap menulis cerpen atau sekadar catatan ringan, seperti naskah ini.
Ia malaikat kecil saya ...
Ia luar biasa nakal. Kata para tetangga, sifat Rifky menurun dari Roni, sang bapak. Waktu kecil, Roni suka melompati pagar untuk ngembat jemuran, mencuri mangga, atau mengusili gadis-gadis lewat. Usia 16, ia minggat ke Jakarta dari sebuah pondok pesantren di Pati, Jateng, menjadi tukang batu atau mengecat gedung bertingkat.
Mau tahu seperti apa nakalnya Rifky? Ini dia: mengencingi teras masjid, menggores badan mobil -- termasuk mobil saya-- dengan setang sepeda, memukuli anak-anak sebaya, melempar batu ke beranda tetangga yang menimbulkan ribut kecil. Betis saya, suatu petang, pernah dikencingi. Dan ia lari cengengesan saat saya mengacunginya sandal.
Rikfy menjadi momok di gang depan rumah. Dua-tiga menit ia masuk ke gerombolan bocah, jaminan ada yang meraung-raung. Entah karena jidat bengkak setelah digasak, atau sekadar memar dicubiti Rifky.
Itu mengapa Mbak Lastri, ibu Rifky, perlu dari pintu ke pintu meminta maaf. Setelah kaki saya dikencingi itu, ia membawakan saya lima potong pisang goreng untuk 'menyuap'. Saya bilang kepadanya, biarlah tak perlu repot-repot memberi saya gorengan, sebab betapapun Rifky adalah bocah. Ia bakal sadar akan kesalahan setelah nanti bersekolah, atau menginjak remaja.
Tapi, Rifky punya potensi susah dipermak, mengingat ia bergumul dengan pergaulan keras terminal bus. Mbak Lastri suka membawanya ke warung terminal, tempat ia mengais nafkah. Terminal di negeri ini, dimanapun tempatnya, penuh perilaku kasar, sikap maupun ucapan.
Pernah Rifky memaki (maaf) "asu!" ketika seorang anak mendorong sepedanya secara tiba-tiba.
Tapi, entah mengapa, saya pernah rindu padanya, rindu cengirannya yang tanpa dosa, ketika selama seminggu saya bertugas di luar kota. Terkadang bahkan saya mendapatkan inspirasi dari rambutnya yang gimbal, menolong saya dari pikiran mampat pada saat bersiap menulis cerpen atau sekadar catatan ringan, seperti naskah ini.
Ia malaikat kecil saya ...
6 komentar:
bisa-bisanya madep si sofi tapi yg ditulis malah rifky. apa karena sama2 nakal ya dua anak itu? iya, si sofi nakal banget tuh, matanya. malu2 anjing, sok tersipu2. aquarian sejati.
bilang ke dia maz, kalo balik ke jkt jangan bawa polwan. disini masih banyak.
saya pernah mengatakan pada suami saya, bahwa saya suka anak nakal (bukan jahat). Karena sebetulnya anak nakal adalah anak yang kreatif dan aktif, tinggal bagaimana membentuknya saja, atau mengalihkan kenakalannya pada sesuatu yang berguna.
Pak Arif sebetulnya sudah mencintai Rifky, sehingga bisa merindukan kenakalannya.
EM
si Rifky bang? dikampung saya juga ada anak kecil yang naudzubilah nakalnya itu. Tapi saya malah suka meminta dia untuk menakali anak-anak sesusianya.
*sebenarnya siapa yang nakal ini?*
Anak temanku malah kelewatan mas waktu kecil dia suka bikin onar bahkan gurunya pernah di kencing tapi anehnya begitu dia SMA berubah drastis jadi pendiam ,rajin ibadah masuk rengking I terus bahkan masuk Universitas melalui PMDK . ternyata perubahan seseorang itu sulit kita tebak.
usia rifky 3 tahun yah mas...?
persis seperti sachy hari ini...:)
memang sering Bunda lihat...ada saja diantara sebuah kelompok anak anak...pasti ada yang istimewa nakalnya...
kalau yang gak suka anak anak pasti akan sebel lihatnya, ...maklum,namanya anak...apapun bisa dimaklumi
Posting Komentar