PEKAN lalu saya ngobrol dengan Adjie Pangestu di Semarang. Pria penghobi Mercy ini menuturkan bahwa sinetron telah benar-benar parah karena para pelakonnya tak mendalami materi.
"Mereka (para pemain) datang ke lokasi syuting, lalu menghapal naskah, kemudian bermain. Tak ada watak, minim karakter, dan kejar tayang. Itu sebabnya akting mereka pas-pasan, tak ada penjiwaan. Sementara televisi mengejar rating belaka," terangnya, dengan mimik muka prihatin.
Sinetron striping melintasi layar kaca nyaris 24 jam setiap hari. Sejumlah stasiun bahkan mengambil slot-slot bertetangga: dari judul satu ke judul lain, dan judul berikutnya, di jam-jam berurutan!
Paparan Adjie Pangestu yang mantan suami Annisa Trihapsari tadi tampaknya kontra dengan selera masyarakat Indonesia, setidaknya sepuluh tahun terakhir, terhadap sinema elektronika, alias sinetron. Bayangkan, Cinta Fitri yang nyata-nyata tak keruan juntrungan cerita, tak mencitrakan budaya negeri sendiri, dan dibesut asal kejar tayang, memenangi Panasonic Award 2009, 27 Maret lalu.
Cinta Fitri -- kita singkat saja dengan CF -- mengingatkan kita pada sinetron Tersanjung yang amburadul, melebar dan memanjang hingga 6 season. Seperti galibnya sinetron, Tersanjung adalah film televisi yang menjual mimpi komplet dengan pemain-pemainnya yang cantik dan tampan, rumah mewah, berdasi, dan tak manusiawi.
CF -- sebagaimana sinetron sejenis -- dibesut dengan perangkat digital, meninggalkan pita seluloid yang biayanya berlipat-lipat. Namun, digital yang seharusnya bisa dipermak untuk menghasilkan gambar-gambar ciamik, alami, dan merangsang, gagal dioptimalkan oleh juru kamera maupun sutradara. Walhasil, di sepanjang episode dalam 3 season, gambar-gambar CF adalah terang benderang. Semua seragam, mulai dari dapur, bangsal rumah sakit, hingga taman bunga.
Selera properti yang rendah itu bisa saja karena daya apresiasi masyarakat kita telanjur bodoh (ataukah dibodohi?), sehingga mereka (barangkali juga saya) cukup senang disuguhi atmosfer glamour di kamar tidur hingga ruang direktur.
Coba bayangkan, mana ada orang hendak pergi tidur bibirnya berlipstik tebal, berambut mata palsu, dan rapi jali seperti mau pergi kenduri? Adegan kamar tidur terang benderang tanpa efek cahaya dan pemain-pemainnya rapi ini, misalnya, tampak pada scene suami-istri Moza-Aldo (diperankan Adly Fairuz dan Donita) di episode ke sekian CF season 3.
CF juga mewakili sinetron-sinetron kita yang miskin variasi angle. Hampir semua adegan di-close up. Barangkali ingin mematuhi patron film televisi yang 'haram' melakukan long shot bahkan medium shot, namun mereka keblinger dan sangat bersemangat mengambil gambar sebatas dada. Hasilnya memang 'hebat': akting mentah dan hapalan teks menjadi tampak kentara!
Tetapi, herannya, pemirsa televisi kita memilih CF sebagai tontonan paling oke, dengan cara mengirim SMS ke panitia Panasonic Award!
Tampaknya, kita akan tetap bodoh dan terus dibodohi!
**
Ditulis dengan seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya guna memberi saran: sebaiknya kita tak terapung-apung dalam pusaran televisi yang makin giat mengomoditikan mimpi.
"Mereka (para pemain) datang ke lokasi syuting, lalu menghapal naskah, kemudian bermain. Tak ada watak, minim karakter, dan kejar tayang. Itu sebabnya akting mereka pas-pasan, tak ada penjiwaan. Sementara televisi mengejar rating belaka," terangnya, dengan mimik muka prihatin.
Sinetron striping melintasi layar kaca nyaris 24 jam setiap hari. Sejumlah stasiun bahkan mengambil slot-slot bertetangga: dari judul satu ke judul lain, dan judul berikutnya, di jam-jam berurutan!
Paparan Adjie Pangestu yang mantan suami Annisa Trihapsari tadi tampaknya kontra dengan selera masyarakat Indonesia, setidaknya sepuluh tahun terakhir, terhadap sinema elektronika, alias sinetron. Bayangkan, Cinta Fitri yang nyata-nyata tak keruan juntrungan cerita, tak mencitrakan budaya negeri sendiri, dan dibesut asal kejar tayang, memenangi Panasonic Award 2009, 27 Maret lalu.
Cinta Fitri -- kita singkat saja dengan CF -- mengingatkan kita pada sinetron Tersanjung yang amburadul, melebar dan memanjang hingga 6 season. Seperti galibnya sinetron, Tersanjung adalah film televisi yang menjual mimpi komplet dengan pemain-pemainnya yang cantik dan tampan, rumah mewah, berdasi, dan tak manusiawi.
CF -- sebagaimana sinetron sejenis -- dibesut dengan perangkat digital, meninggalkan pita seluloid yang biayanya berlipat-lipat. Namun, digital yang seharusnya bisa dipermak untuk menghasilkan gambar-gambar ciamik, alami, dan merangsang, gagal dioptimalkan oleh juru kamera maupun sutradara. Walhasil, di sepanjang episode dalam 3 season, gambar-gambar CF adalah terang benderang. Semua seragam, mulai dari dapur, bangsal rumah sakit, hingga taman bunga.
Selera properti yang rendah itu bisa saja karena daya apresiasi masyarakat kita telanjur bodoh (ataukah dibodohi?), sehingga mereka (barangkali juga saya) cukup senang disuguhi atmosfer glamour di kamar tidur hingga ruang direktur.
Coba bayangkan, mana ada orang hendak pergi tidur bibirnya berlipstik tebal, berambut mata palsu, dan rapi jali seperti mau pergi kenduri? Adegan kamar tidur terang benderang tanpa efek cahaya dan pemain-pemainnya rapi ini, misalnya, tampak pada scene suami-istri Moza-Aldo (diperankan Adly Fairuz dan Donita) di episode ke sekian CF season 3.
CF juga mewakili sinetron-sinetron kita yang miskin variasi angle. Hampir semua adegan di-close up. Barangkali ingin mematuhi patron film televisi yang 'haram' melakukan long shot bahkan medium shot, namun mereka keblinger dan sangat bersemangat mengambil gambar sebatas dada. Hasilnya memang 'hebat': akting mentah dan hapalan teks menjadi tampak kentara!
Tetapi, herannya, pemirsa televisi kita memilih CF sebagai tontonan paling oke, dengan cara mengirim SMS ke panitia Panasonic Award!
Tampaknya, kita akan tetap bodoh dan terus dibodohi!
**
Ditulis dengan seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya guna memberi saran: sebaiknya kita tak terapung-apung dalam pusaran televisi yang makin giat mengomoditikan mimpi.
10 komentar:
there! finally you say it!
MATIKAN TIVIMU!!! mari baca buku! xixi...
jelas-jelas dalam setiap hari kita hidup di negeri ini kita dibodohi. bukan hanya sinetron, lagu-lagu cengeng, novel-novel pop tanpa visi yang jelas ikut membodohi kita. butuh seleksi ketat untuk segala sesuatu yang kita lihat, baca dan dengar.
salam kenal...
ehehehe... jangan lupa pemain yg makin lama makin muda, sampe2 jadi heran, di negeri ini anak es-em-pe pada udh nikah semua ya? wakakakakaa... klo liat muka2 muda yg dipaksa jadi para isteri en suami, itu tuh.. kacau bener.
Sliramu kok ora bosen coret-coret to kang AriF !! malah tambah kreatip.
Salam buat keluarga dari jogya...
makanya, sampai sekarang saya masih tetep lebih seneng nonton film kartun.
kapan ya, ada sinetron2 macam si doel lagi ?
Waktu saya di Jakarta dl, ada 2 sinetron yg bagus menurut saya :
1) Sebening kasih di DAAI TV
2) Saya lupa judulnya, tapi disinetron itu ada Andre Taulani, jg ada lagunya Chrisye, Hidup Untuk Cinta
Berbagi rasa dengan:
@ANONIM
Setelah baca buku, mari bikin naskah skenario yang pantas ditonton dan gurih!
@DENYARELEKTRIK
Sayangnya seleksi ini kadang kalah oleh gempuran mereka yang mengoyak mata dan telinga. Tapi tak ada salahnya terus mencoba.
@G
Itu tadi, G, sinetron kita benar-benar tak manusiawi.
@MR JOZZ
Halo Pakdhe, pa kabar? Sehat-sehat aja kan? Gimana keluarga? Aman? Saya kangen sampean, Pakdhe!
@GOENOENG
Kalau stok film kartun di rumah abis, saya sanggup berakting mirip kartun di depan sampean, Mas, wahahahaha ...
@MBAK SOERYANI
Jujur ada sinetron yang pernah saya sukai, Mbak, judulnya "Keluarga Cemara" dan "Jendela Rumah Kita".
semua tayangan film televisi sekarang ini stereotipe, mandul kreativitas, dan amburadul. Tak jarang pula tak nalar, serba kebetulan, brisik oleh tamparan di pipi dan banyak sekali pemain menggumam untuk menabrak teaterikal. Tak ada bahasa tubuh yang benar-benar berkualitas!
benar-benar bodoh yang masih melongok sinetron sebagai hiburan... mending ngeblog deh
hihihi
EM
mas, arief...
ahh, yang bener mas arief sanggup berakting layak kartun di depan mas goe?
ikutan nonton donk....:p
pokoknya mas, aku suka dua posting terakhir ini...
mas arief udah 'kembali' deh...yuhuuu...
Posting Komentar