Secarik cinta itu ditemukan Tia dari balik kaca. Bukan kaca akuarium di rumah Bunda yang ada arwana dan ikan emasnya.
Cinta pernah mengelabuhinya, menjerangnya sepanas air di atas tungku. Tia mencoba menghitung berapa lama Pras meninggalkannya. Namun makin jauh jemarinya menghitung, makin menganga luka.
Pagi ini, ketika bayu masih menyisakan dingin dini hari, Tia menerima telepon. “Mbak Tia, saya Alfian yang Mbak hubungi tempo hari untuk meng-update analisis tentang pembiakan ayam. Saya dalam perjalanan ke kantor Mbak.”
Suara yang biasa saja. Tetapi saat bersitatap, Tia melihat retina mata yang amat teduh. Ia bergidik sebentar, tapi segera perasaan anehnya ia terpa.
Tanpa sengaja tangan keduanya bersentuhan di kibod komputer. Serta merta mata keduanya bersirobok. Hati Tia bergemuruh seperti air terjun Niagara. Ia tak sanggup membendung rasa ini dan membiarkannya berselancar.
“Minggu depan kita bertemu lagi,” kata Alfian sambil menjabat tangan Tia.
Dari balik kaca kantornya, Tia mengikuti langkah Alfian hingga tempat parkir. Telapak tangannya berkeringat, meninggalkan jejak biru dan ungu. Ia takut relung hatinya tak lagi menyisakan rongga untuk cinta ...
7 komentar:
Wah..hihi...jd malu..Tianya Gw banget tu Bung...tp akhirnya punya banyak anak juga ma Alfian.
Karena bagi wanita lebih nyaman hidup bersama orang yg mencinta daripada dipaksain bareng orang yg dicinta
cinta .. oh cinta
Bah! yg ini aku juga gak ngarti :D
ttg temen kantormu yak?
walah....
cinta bisa buat bahagia tp tak jarang buat luka yg lama sembuhnya...cie kayak zie tahu cinta aja...cinta apa ya???
hai mas...seneng bisa baca karyamu juga.. :) saya fikir tadi ada sambungannya hehe
nonalisa berkata...
ah...Bung..kok kisah saya ada disini..he..he..
Posting Komentar