SEMALAM saya tiba-tiba pikun. Rasa pusing menari-nari di TV, layar laptop, dan tembok kamar.
Subuh saya bangun. Shalat seperti biasa di masjid sebelah rumah. Tetapi shalat yang dibuntuti ngilu karena semalaman berkeliaran monster di mimpi saya, disamping kebetulan ada serbuan ratusan nyamuk yang entah muncul dari mana.
Perih yang stadiumnya sama dengan tunas salak dicerabut dengan paksa. Mungkin seperti orok yang dikeluarkan tanpa iba sebelum waktunya lahir.
Tahun 1994 saya resign dari Mingguan Bahari (sekarang Mingguan Inspirasi) Semarang. Tahun 2002 saya hengkang dari Tabloid BOLA Jakarta. Tahun 2004 saya meninggalkan Harian Merapi dan Tabloid OnAir, keduanya di Yogya. Tahun 2006 saya keluar dari Harian Radar Semarang (Grup Jawa Pos).
Tetapi tidak sesedih ini saya angkat koper. Resign dari Bahari karena saya diterima di BOLA. Keluar dari BOLA karena saya memilih bekerja di Semarang (atau setidaknya Jawa Tengah) karena saya bukan tipe ‘tukang ojek’ yang kerasan bertahan di ibukota dengan seabrek permasalahan. Mengundurkan diri dari Merapi dan OnAir disebabkan saya tak kerasan hidup di Yogya, meski di OnAir saya sudah menjadi pemimpin redaksi.
Hengkang dari lingkungan Jawa Pos juga atas pertimbangan matang, yakni saya merasa berhak menentukan hidup, terlebih saat itu saya merasa mendapat ‘rumah’ yang lebih indah di Tabloid Bolamania.
Namun, kini, tatkala Bolamania ancang-ancang hendak dibekukan, saya seolah terjatuh dengan keras dari lantai sebelas. Rasa sakitnya melebihi calon pengantin yang urung dinikahkan dengan gadis pujaan, padahal resepsinya besok pagi.
Rasa cinta menyalip segala hal yang pernah saya rasakan. Cinta membuat saya hidup dan mencecap keindahan. Cinta menempati bilik paling rahasia di hati saya dan terus saya pelihara. Cinta membimbing saya untuk menyayangi profesi ini sehingga kuat bertahan selama 17 tahun menjadi wartawan, dan sama sekali tak ingin menjadi juragan sapi atau membuka toko. Cinta adalah serpihan-serpihan spirit yang membuat saya selalu berangkat ke kantor (Bolamania) jam 7 pagi, dan pulang tidak menentu. Cinta membuat saya dianggap gila karena rela menerima gaji sama dengan para wartawan saya ...
Cinta itu kini retak dan saya patah hati ...
4 komentar:
berita buruk yang menghancurkan hati semua yang terlibat didalamnya...
Tetap berpikir positif. Apa yang terus kita pikirkan, justru itu yang akan menghampiri kita.
sabar. saya malah kadang berangan2 jadi penulis saja mas. kerja cuman dirumah, pake sarung, ngetik di laptop sambil ngopi. atau sesekali menghardik anak-anak yang memanjat pohon mangga di depan rumah..
semua hal tentang cinta memang gak bisa dinalar mas,cinta keluarga kita cinta profesi kita cinta kerjaan kita cinta diri kita cinta ke orang tua kita cinta ke Sang Pencipta...karena cinta selalu terkesan "indah & bahagia" padahal cinta itu juga "buruk & sengsara".Dengan cinta kita akan menerima semuanya dalam 1 paket dan itulah HIDUP.
Posting Komentar