Search
5 Feb 2008
DUNIA SEMPIT
DUNIA tak selebar daun pintu. Di bandara, Minggu (3/1) pagi lalu, saya bertemu teman kuliah. Namanya Joko. Ia tampak asyik dengan laptop putih susu di pangkuannya, di sebuah sudut ruang tunggu Cengkareng. Tadinya saya ragu, apa benar itu Joko. Sampai kemudian ketika kami sudah memasuki kabin Sriwijaya Air, senyumnya yang mengembang memupus keraguan saya.
Sepuluh tahun tak bertemu mengubah segalanya. Tubuhnya tampak gemuk. Ia juga terbelalak melihat saya lebih tambun. Saya merasa berdosa ketika bertanya soal rumah tangganya. Tadinya saya berharap mendapat jawaban standar, misalnya: "Baik-baik saja. Anak-anakku mulai besar. Istriku masih bekerja di perusahaan lama." Kebetulan saya kenal istrinya. Ternyata, mereka telah .. cerai!
Tak sekali ini fakta membuktikan bahwa dunia itu sempit. Di Seoul, tahun 1999, saya tak menduga bertemu tetangga di Demak sana. Ketemuanya sepele. Saya sedang jalan-jalan di Dong Daemun (semacam toserba, letaknya di bawah tanah jalan protokol Seoul), memilih-milih wallpaper, senter, dan barang-barang unik yang tak ada di negeri ini.
Saat menimang-nimang speaker active bermotif bola di sebuah gerai, seseorang tiba-tiba mengomentari, "Yang itu bagus, Mas. Saya jamin di Indonesia tak ada." Saya menoleh. Mendapati wajah Jawa yang rasa-rasanya tak asing. Saya hanya manggut-manggut, dan segera membayar.
Tak lama kami akrab. Merasa ada orang senegara, saya menguntit langkahnya, dan tiba-tiba merasa aman. Tibalah waktunya bertutur asal-usul. Namanya Syaiful. Ia mengaku kelahiran Demak. Saya terkejut. "Demaknya mana?" Kejar saya.
"Wonosalam, Mas, desanya Getas," katanya, enteng banget, seakan tak menghormati kekakegatan saya.
"Ah, yang bener! Kamu Syaiful anaknya Lik Mardi, rumahnya deket SD itu?" Ujar saya membabi buta.
Gantian ia yang tampak terperanjat. "Loh, kok tahu, Mas? Ini Mas Arief anaknya Pak Carik ya?" Serunya senang. Kami pun segera bereuni, karena ia adik kelas saya sewaktu SD.
Tak perlu saya kisahkan 'nasib' Syaiful yang 'tersesat' di Korea, menjadi TKI selepas SMA. Tak perlu pula saya ceritakan kemana saja kami menghabiskan waktu selama perjumpaan di Seoul itu, di sela tugas jurnalistik saya. Yang ingin saya tandaskan, dunia memang sempit!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar