RABU (30/1) malam lalu saya disiksa oleh penundaan jadwal penerbangan Lion. Saya tak menuduh Lion kurang profesional, tetapi Tuhan kalau berkehendak maka akan terjadilah yang Ia inginkan.
Sore jam 4, saya sudah check in di Bandara Adi Sumarmo, untuk penerbangan jam 5 lebih 10. Rupanya Gusti Allah mengatur supaya muncul kehebohan di Solo. Hujan turun disertai petir yang menyalak plus angin ribut yang menggoyang-goyang bumi, membuat pilot Lion (dan juga Garuda) ogah landing di Solo. Mereka perlu 'mengungsi' di Jogja (untuk Garuda) dan Lion menyeberang hingga Surabaya, sebelum keduanya 'kembali' ke Solo.
Ratusan penumpang gelisah, biarpun di tengah kepanikan ini dua maskapai itu menyodori makanan: sekardus kecil roti untuk (calon) penumpang Garuda, dan bakmi goreng dari Lion.
Keterlambatan ini berlarut hingga pukul 21.00. Jam 9.30 malam itu juga akhirnya pesawat kami terbang menuju Jakarta. Sesaat lega. Sesaat kami tersenyum simpul. Sesaat antarpenumpang saling bercanda dan merasa senang punya kenalan baru. Namun, siksaan lain sudah menunggu!
Di angkasa, tatkala pramugari membagi air kemasan seukuran gelas, mendadak pesawat terguncang. Angin bercampur air menampar-nampar tubuh pesawat, memperlakukan burung besi itu seolah perahu kertas di atas riak besar gelombang samudra. Miring ke kiri, miring ke kanan, dan bahkan pesawat seperti membentur sesuatu laksana mobil berkecepatan tinggi yang bannya menghantam bebatuan.
Situasi macam itu tak sekali terjadi. Dalam 50-an menit perjalanan, tak kurang tiga kali pesawat terguncang-guncang. Pramugari sibuk menenangkan kami, seraya mengingatkan agar kami selalu terikat dengan sabuk pengaman di kursi.
Dalam kekalutan, saya melirik ke luar. Guntur begitu dengan dengan sayap. Petir dan angin menyeringai, siap melumat. Air memercik keras di kaca jendela. Saya takjub bercampur ngeri, hingga lupa melafalkan doa-doa.
Sampai akhirnya saya sadar akan satu hal: begitu kecilnya saya di hadapan Allah, sehingga jika Ia menginginkan saya mati saat itu juga, maka itu akan terjadi. Saya pasrah, dan mulai menemukan satu doa yang pernah diajarkan oleh almarhumah Ibu. Doa yang harus diucapkan tatkala seseorang dihadapkan pada maut yang mengintai!
Saya masih hidup sampai detik ini. Sebuah karunia yang melebihi rejeki sebesar apapun!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar