Search

14 Mar 2009

UNDANGAN KEMATIAN


Dalam sehari, di pekan ini, tiga kali saya dipanggil oleh 'seseorang'. Saya tak tahu 'mereka' siapa. Tetapi suara itu amat jelas, seolah bergaung di kusen telinga ...


PERTAMA waktu keluar rumah. Sebuah suara memanggil: "Riiif ... !!" dengan kentara. Saya tengok tak ada siapa-siapa. Sepi. Sunyi.

Kedua waktu mengisi bensin di SPBU depan kolam renang Manunggaljati, 3 kilometeran dari rumah. Suara pria. Lebih nyaring. Lekas-lekas saya putar kepala. Juga tak ada tanda-tanda. Belasan orang di sana asing di mata saya.

Yang ketiga saat saya berada di parkir Rumah Sakit Dr Moewardi Solo. Seseorang -- atau apapun ujudnya dia -- menyebut nama saya dari ketinggian. Halaman parkir itu memang dipunggungi bagian belakang bangsal berlantai 5.

Yang ketiga ini menciutkan nyali saya. Panggilan yang dilontarkan lebih lembut dan panjang ketimbang dua sebelumnya, tetapi amat jelas. Jantung saya berayun kencang. Bagaimana tidak, saya sedang melintasi kamar mayat ketika panggilan itu datang!

***

DI tengah was-was, saya mencoba menghibur diri. Siapa tahu kebetulan ada orang memanggil kawan atau anak yang namanya mirip saya. Maklum, nama pasaran. Atau, bisa saja saya teracuni film-film horor yang kerap saya sewa dari rental.

Tetapi bahwa dalam setengah hari dengan waktu berdekatan saya dipanggil-panggil, saya dihinggapi pula pikiran lain: jangan-jangan 'ia' adalah malaikat pencabut nyawa ...

Konon, kata guru agama saya waktu SD, malaikat pencopot nyawa suka memberi isyarat begini sebelum ia merenggut jiwa manusia. Ibarat tamu, ia perlu mengetuk pintu, mencolek lonceng pagar, atau memencet bel.

Itu semacam pertanda ia tak mau menyelonong. Ia enggan disebut 'tamu tak diundang'. Benar atau tidak, wallahua'lam bisawab!

***

SAMBIL melanjutkan sisa hidup, saya menghitung-hitung dosa-dosa yang saya perbuat, andai di alam baka kelak ditanya malaikat.

Waktu kecil saya pernah dilabrak tetangga gara-gara saya menarik kursi yang mau diduduki seorang perempuan yang sedang hamil. Perempuan itu terjengkang dan mengerang

Saat SMA saya ngutil kue, menyaplok 5, tapi bayar cuma 2. Waktu kuliah saya pernah berniat mencuri novel di toko buku, tapi urung. Saya juga pernah mengintip tetangga kos yang sedang saling telanjang bersama pacarnya, juga pernah menjotosi kawan playboy yang memacari Indah, adik kandung saya.

Dulu, saat SMP, saya mencuri gabah Bapak. Beberapa tahun kemudian menggadaikan kalung Ibu. Mengintip mahasiswi KKN lagi mandi di rumah Eyang. Menempeleng Muslim, tetangga sebelah, karena kepergok mencuri telur bebek Bapak.

Saat sudah berumahtangga saya pernah selingkuh, menggoda score girl biliar, atau hang out dengan teman-teman sampai teler. Beberapa hari lalu saya melabrak sopir bus bumel karena ia menyalip dengan cara memotong yang hampir saja menyenggol badan mobil saya.

Saya juga pernah me-mark up kuitansi kantor. Bensin cuma 50 ribu saya tulis 100 ribu di nota. Saya juga pernah memaki Nurhadi, sopir perusahaan, karena tak mengepel lantai mobil setelah membuang dahak sembarangan. Tiga hari kemudian sesudah saya omeli, bayi Nurhadi meninggal. Saya sangat menyesal.

Banyak lagi dosa saya. Termasuk misalnya menertawakan orang yang dandan sembarangan, mencemooh artis yang kawin cerai, menyumpah tukang parkir yang tak waspada menjaga helm saya yang disikat maling. Saya juga sering mendamprat walikota yang tak becus mengatasi banjir, atau ngedumel ketika mengantre di teller BCA yang membuat kaki kesemutan.

Shalat saya juga bolong-bolong, terutama subuh. Saya biasa melek sampai pukul 2.00 sehingga amat susah bangun persis azan subuh. Saya juga makin jarang mendoakan Ibu, padahal dulu rajin berziarah di makamnya.

Mungkin saya juga punya banyak utang yang karena sesuatu hal terlupakan.

***

KETIKA menunggu datangnya ajal itulah saya makin waspada. Saya teliti perkakas mobil sebelum bepergian, mengamati ban-ban gundul, mengecek oli, menyimak kampas kopling maupun rem, mengisi air radiator, mengganti air aki. Andai saya harus mati, maka meninggalnya bukan di jalan raya.

Di aspal saya makin sabar. Tak berniat sedikitpun menyalip sepasang muda-mudi yang knalpotnya "grung" saat ia menyalip mendadak, tak mau bersitegang dengan sopir angkot yang serampangan, tak marah ketika sepeda-sepeda memenuhi jalan padahal saya sedang tergesa.

Di kampung saya makin santun. Di resepsi tetangga saya bantu-bantu mendirikan tenda. Seorang bocah terjebak parit pun saya bangkitkan, biar bapak bocah ini senang memarkir mobil sembarangan dan sebulan lewat saya damprat.

Saya juga makin rajin berdoa dan mendekatkan diri kepadaNya ...

13 komentar:

Miss G mengatakan...

Oooh... ternyata takut mati? wajarlah yauw...

Anonim mengatakan...

mas... kalau saya punya salah... yang pasti lah tiada bermaksud, mohon dimaafkan....

saya terguncang membaca posting ini...sungguh.

(maaf, jika saya sering tertawa di blog ini untuk hal yang tak semestinya...)

Anonim mengatakan...

whueh, postingan ini berisi pengakuan ternyata. pengakuan dosa sekaligus titian bertobat. bagus, bagus... aku akan selalu doakan brother, semoga dirimu baik2 saja. :)

Anonim mengatakan...

aku pen mati umur tiga puluh, beberapa tahun lagi. tapi koq ga kepikiran tobat ya? i thought the things that i have done were all based on my sanest considerations. so. why should i make my redemption?

apa aku terlalu sombong, maz?

Anonim mengatakan...

Baca judul postingan ini awalnya agak menyeramkan, tapi pas baca sampai tuntas isinya kok catatan semacam "Buku Dosa" gitu ya..

Semoga suara2 itu menjadi pembuka hati untuk segera ber-muhasabah..

lintang mengatakan...

syukurlah bila hati telah tersentuh untuk kembali kejalan yang benar he..he... mudah-mudahan Allah SWT masih memberi kesempatan untuk bertobat.

Anonim mengatakan...

wayahe tobat, Pak!

Anonim mengatakan...

I love your writing!

Tulisan-tulisanmu memang super duper fantastic....

(soal kematian itu... aku juga takut, tuh. Mulai mikir yang nggak penting nggak penting, seperti naik pesawat karena takut jatuh! Banyak dosa adalah salah satu alasan kenapa orang takut pada kematian. Nah, syukurlah kamu berhasil mengatasi ketakutan itu dengan menjadi orang yang lebih baik! Ayo, sholat subuh! Berdua dengan istrimu itu...)

Anonim mengatakan...

aku juga tajut mati mas, takut masuk neraka...huuhhuu..(ngguguk)

Arief Firhanusa mengatakan...

Berbagi dengan:

1. -G-
Bukan takut mati, tapi takut belum berimbang antara pahala dan dosa.

2. Hesra
Haha, seolah saya mau mati besok ajah :p

3. Goenoeng
Iya, Mas, pengakuan dosa. Makasih doanya. Met ultah buat istri pada 15 Maret kemarin.

5. Anonim
Sikap bukan berarti sombong.

6. Iyas
Apapun judulnya (muhasabah, tobat, etc) yang pasti lambat laun makin saya sadari hidup ini cuma melintasi jembatan.

7. Mbak Lintang
Kesempatan ada di depan mata dan berlaku kapanpun. Tuhan Maha Maha Maha ...

8. Ahmad
Iya Mas, udah waktunya ternyata.

9. Lala
Hmmm ...

10. Mbak Ernut
Iya Mbak, ketakutan secara rombongan. Mbak Ernut org baik, meski nyusuh, mengapa takut? :p

Anonim mengatakan...

mas, kalau benar malaikat memberi isyarat terlebih dahulu kepada mas, itu berarti anugerah, harus disyukuri dong, kerana mas punya banyak kesempatan buat bertobat...

Arief Firhanusa mengatakan...

@SOERYANI ATMADJA
Iya, Mbak, benar adanya. Saya justru merasa (merasa loh ya, enggak bermaksud ge-er) disayang sama Tuhan.

BTW, apa kabar? Lama nggak sua, Mbak.

imelda mengatakan...

semoga usaha berbuat baiknya masih berlanjut terus sampai skr

EM