Search

12 Feb 2009

TABUNG TELEVISI


SUSI meremas baju dengan cemas. Pekik kecil keluar dari mulutnya tiap Andri menyalip. "Awas, Andri! Awas remmu blong!"

Andri bersiul kecil. Ia tenang saja memelintir setir tanpa ia sadari tiap saat mobilnya bakal terguling di aspal. Ringsek. Lalu ia tewas seketika.

Susi tak ingin itu terjadi. Tadi ia lantang mengingatkan agar Andri mengurungkan niatnya menaiki mobil usai ia meeting di sebuah hotel. Sepuluh menit sebelum Mercy itu bergerak keluar, seorang pria mengiris selang oli rem, atas suruhan Marvela, istri Andri.

Marvela menginginkan Andri mati karena ia mengincar kekayaan sang suami, pewaris tunggal PT Megah Citra Laksana, perusahaan raksasa perminyakan. Marvela bersekongkol dengan Sakti, teman karib Andri. Sakti dan Marvela berselingkuh beberapa lama.

Susi benci pada Marvela, terutama ketika sinetron Cinta Berselimut Kabut ini memasuki episode 23. Tiap malam ia berselonjor depan tivi, menanti tak sabar jam berdentang tujuh kali. Tak ia pedulikan azan isya berkumandang. Tak ia dengar teguran ibunya agar ia mematikan tivi lantaran Hasan dan Fikri, dua adiknya, sedang belajar.

"Mau jadi apa kau tiap malam nonton sinetron? Cari kerja sana! Malu dong sama tetangga!" Teriak ibunya saban kali. Susi diam saja. Seolah tak ada apa-apa.

Di layar kaca, mobil Andri mulai tak terkendali. Tol padat. Andri panik tatkala disadarinya ada yang tak beres. Ia menginjak dan memompa pedal. Nihil. Kemudian ia memindah persneleng ke gigi rendah. Mesin menderum kasar diliputi cericit roda. Di depan sana menghadang jurang ...

Susi meracau tak keruan. Jeritan-jeritan kecil berloncatan. Tubuhnya terdorong ke depan tatkala mobil Andri mulai membentur mobil lain, mengiris rerumputan, melanggar pagar, dan menyerbu jalur berlawanan di seberang.

"Awas Andri! Awaaaaass ... !!" Teriaknya kalang kabut. Tangannya menggapai-gapai angin dalam ketegangan yang maha hebat.

Lalu, tiba-tiba tubuh Susi mengapung di udara. Sedetik berikutnya, secepat angin televisi menyedotnya, menerobos kaca dengan lekas, dan tahu-tahu ia telah terbang di belakang mobil Andri ketika mobil itu melayang ke jurang.

Ia mencengkeram erat-erat bember belakang, mencegah pria tampan yang diam-diam ia cintai itu celaka. Tapi mobil meluncur deras, mencium batu dengan keras, hiruk pikuk sebentar, dan hancur berkeping-keping.

Susi histeris saat ia lihat badan Andri tak berbentuk lagi.

***

SEJAM kemudian saat isak sengal mereda, gelap menyelimuti Susi. Ia sadar telah tersesat dalam dunia yang tak ia sangka-sangka.

Di depannya tergolek tabung televisi. Di layar ia melihat ibunya tengah menjerang air. Hasan dan Fikri tampak mengudap mi instan di meja makan.

Ia menggedor-gedor kaca, memanggil-manggil ibunya. Tapi tak seorangpun mendengarnya ...


=======

"Tabung Televisi" adalah cerpen saya di Tabloid Citra, edisi 768/XV/24-30 Desember 2004. Tabloid milik Kelompok Gramedia yang bertiras 800 ribu eksemplar ini berhenti terbit pada Desember 2004 itu juga, sesudah 15 tahun beredar, dan berubah wajah menjadi Tabloid Genie yang kini masih kita jumpai di lapak-lapak koran.

So, "Tabung Televisi" boleh dikata 'cerpen sayonara' Tabloid Citra.


20 komentar:

Miss G mengatakan...

Kereeeennnn...

Oh nooo tolong saya tersedot ke dalam layar lapie ini!!!

Hihihi... (^_^)

Anonim mengatakan...

jadi susi itu jane ora melu syutinge ya mas? wah..ora entuk bayaran dong, mana terlanjur kesedot tipi lagi..aku mesakke pada ibu dan adik2nya ...mereka sinau dan makan mie, kehidupan yg bersahaja..

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Anonim mengatakan...

lhah, niat hati komen, tapi aku malah terpaku sama kata 'HOTEL', mas. gara2 'Anonim', hehe...

Anonim mengatakan...

Duuhhh... Kacian amaat... yang hatinya selalu tersiksa dengan kata "HOTEL"...

Anonim mengatakan...

Ooohh....stay cool baby.(Bagi hati "nya" yang tersiksa)

Arief Firhanusa mengatakan...

Hm, kok komentar-komentar menjadi salah arah dan kaprah sih? Ini soal apa dan apa maksudnya?

Maaf, dengan segala hormat bagi "anonim" yang memulai komentar di entri ini dengan menyodorkan kata "hotel", terpaksa saya buang ke sampah, tak peduli siapapun dia.

Ke depan, barangsiapa memberi komentar di blog saya dengan identitas "ANONIM", dengan sangat semangat saya hajar hingga ringsek!

Arief Firhanusa mengatakan...

Satu lagi, sedikit menambahi, "ANONIM" tak selalu istri saya. Dia bisa siapa saja.

Anonim mengatakan...

ono opo tho maz ko rame2? halah anjing menggonggong kafilah berlalulah, cie

yg jlas, aku suka tulisan jenengan. wis tho, walau aku jarang ngeposting lage tp wajib bgku mbaca blogna maz aref (hihi kurang "i". sorryyy)

duadah maz!

Sekar Lawu mengatakan...

weleh...baru saja ada insiden apa to?
rasanya aku pernah baca cerpen ini ya di tabloid Citra itu Mas...seneng banget bisa mengenal sampeyan, penulisnya...

Anonim mengatakan...

saya punya kesimpulan gini kang: justru sampean lebih gigih mencari variasi topik dan kosa kata pada masa lalu dibanding sekarang.

Tulisan sampean yang terkini malah kurang amboi dalam menyuguhkan topik serta keindahan kalimat.

Anonim mengatakan...

taun 2004 yak? waaaa diriku msh kuliah. tap citra aku ngerti kok. itu bacaan wajib embakku. kl engga salah motonya panduan pasti penonton televisi.

dimuat di citra mas? wow kereeeen

Anonim mengatakan...

salam kenal mas arief

Anonim mengatakan...

Cerpen, novel, buku apa aja bs dibisniskan mas, percaya aja saya. kapan balik Demak? Mampir ya.

Anonim mengatakan...

cerpenmu unik. seperti kisah di serial antologi the twilight zone, favoritku

Arief Firhanusa mengatakan...

untuk G: pantesan ga nongol-nongol lagi. Nakal bener laptopnya :D

untuk Mba Ernut: Susi adalah penyantap sinetron yang melupakan waktu, usia, dan kewajiban memiliki pekerjaan. Ia maniak televisi, utamanya sinetron, dan televisi akhirnya menyedot dia ke dalam tabung yang pengap.

untuk Mas Goen: Hehehe

untuk bu tjokro: makasih Bu, eh embak ding. Nuwun mbak puput.

untuk Mba Ayik Sekar Lawu: iya Mbak, dunia sempit ternyata. Makasih berat.

untuk sendangmulyo: thanks Kang, Anda selalu mengritik saya untuk pencerahan.

untuk mira: walah, biasa aja Mir. Keren tuh kalo dimuat Majalah Horison, wahahaha ...

untuk anis: salam kenal balik

untuk Mas Zaky: kapan2 saya mampir, Mas, untuk berguru tentu :)

untuk nita (anonim?): aku malah blom baca itu, Nit. Tapi coba nanti aku cari2. Thanks ya

Anonim mengatakan...

the twilight zone bukan buku, rief. itu serial tv. dulu juga pernah diputar di indonesia. cerita2nya rada aneh dan absurd. asyik deh pokoknya

Arief Firhanusa mengatakan...

Ooo yang remake-nya dibintangi Leonardo DiCaprio itu ya Nit? Aroma fiksi ilmiah adalah roh serial itu.

Tapi "Tabung Televisi" sebenarnya cerpen sindiran (nggak sampe sarkasme, sih, sebab saya memperhitungkan kalau terlalu sinis entar enggak dimuat Citra) bagi para maniak sinetron.

Sinetron atau acara-acara televisi lain di Indonesia, disadari atau tidak, melahirkan culture shock, alias gegar budaya bagi warga negeri ini yang belum siap untuk berkembang.

goresan pena mengatakan...

membaca posting ini.. mengingatkan saya akan ibu mertua dan 'pekerja rumahnya' hm... mereka akan terlihat kompak tatkala menonton sinetron. dengan jejerit serupa pula. dengan kadang2, umpatan pula...

alamak....

Arief Firhanusa mengatakan...

Wahahaha,, serupa tp tak sama sis, mertuaku suka sinetron juga, dengan jejerit yang mengalunkan nada sumbang genting rumah.