Search

17 Feb 2009

PUISI: YANG PENTING INDAH


SAYA iri pada Mas Goen, Hezra, atau Rozi Kembara. Mereka pintar membuat puisi, menangkupkan kata-kata dalam kubus yang indah.

SMA, saya dikenal tukang bikin puisi di mading. Itu juga karena saya naksir Hanum, kembang kelas Biologi. Puisi centang perentang yang isinya "kembang", "pinus", "rembulan", dan "cinta".

Sampai akhirnya satu puisi saya dimuat Majalah MOP (majalah pelajar terbitan Harian Suara Merdeka, Semarang), pada 1988. Senang rasanya diweseli honor 20 ribu rupiah koma sekian.

Lambat tapi pasti saya tidak pede lagi. Hiruk pikuk lagu-lagu KLA Project atau Obbie Messakh yang 'puitis' menciptakan satu keraguan: apakah benar yang saya tulis ini puisi? Apakah telah saya tuang diksi dan metafor secara jujur sehingga tulisan saya pantas disebut puisi?

Menurut Dresden, puisi adalah sebuah dunia dalam kata. Isi yang terkandung di dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi.

Kesusastraan, khususnya puisi, adalah cabang seni yang paling sulit untuk dihayati secara langsung sebagai totalitas. Elemen-elemen seni ini ialah kata. Sebuah kata adalah suatu unit totalitas utuh yang kuat berdiri sendiri. Puisi menjadi totalitas-totalitas baru dalam pembentukan-pembentukan baru, dalam kalimat-kalimat yang telah mempunyai suatu urutan yang logis.

Altenbern mendefinisikan puisi sebagai “pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama (bermetrum). Menurut Samuel Taylor Coleridge puisi adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Untuk menyusun kata-kata yang terindah penyair melakukannya dengan pergulatan yang keras; memilih dan memilah kata sedemikian rupa sampai tercipta bangunan puisi dalam sebuah kesatuan yang utuh.

Woordworth mendefinisikan puisi sebagai pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Sedangkan Dunton mengungkapkan bahwa puisi adalah merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa yang penuh emosi dan berirama.

Dari pelbagai definisi itu setidaknya ada kata dua kata kunci yang penting, yaitu “perasaan” dan “indah”. Masalahnya, prosa pun menggunakan bahasa yang indah pula. Jadi di mana letak perbedaannya?

Sebab itu, salut setinggi langit untuk kawan-kawan yang setia dengan pendiriannya, tanpa memedulikan apakah goresan pena-nya pantas disebut puisi atau tidak. Menurut saya, tulisan teman-teman sangat indah (dan itu sudah memenuhi hakekat puisi), dan saya juga tak peduli beragam teori yang membatasi mana puisi mana bukan.

Tapi, herannya, saya sangat sulit membuat puisi!

14 komentar:

Anonim mengatakan...

sompret aku ga digagas blas! aku kan jg puitis bkn kata-kata wahahahahaha

Anonim mengatakan...

suwer ! aku nggak kenal sama Altenbern,Samuel Taylor Coleridge, Woordworth ataupun Dresden. wong aku nulis nama2 mereka disini saja, dengan cara kopi paste kok. jadi aku malah nggak pernah tahu teori2 itu, boss. aku hanyalah wong ndesa yg membuat tulisan dengan cara ndesa, dengan cara sederhana yang aku bisa.

nah lho, tulisanku itu disebut puisi ta ? hahaha...

Sekar Lawu mengatakan...

weeehhh...menurut sampeyan, yang aku tulis itu puisi apa bukan Mas ?
(ketok2 meja sambil merem)

Arief Firhanusa mengatakan...

Langsung saya tanggapi, biar enak.

@Untuk STAMBUN: Weleh, aku percoyo sampean puitis kok brur, cuman kadang indah kadang enggak,, wahahahaha,, mangap!

@Untuk MAS GOEN: Ojo merendah Mas, saya tahu persis talenta sampean. Oya, nama-nama itu, jujur saja, juga saya tahu dari internet,, bhwakakakaka.. Semangat terus, Mas, biar saya terus menerus terhibur!

@Untuk Mbak Ayik: Aku jadi ga enak nih Mbak, jadi merasa bersalah. Iya, beberapa tulisan jenengan juga membuat saya membacanya berulang-ulang kok. Peace ah!

Anonim mengatakan...

jagonya sastra neh..
ada nudangan kontes blog nih.. tertarik...??

Arief Firhanusa mengatakan...

Wah, menarik Mas Ifoel. Dimana saya bisa membaca undangan tersebut? Thanks.

Miss G mengatakan...

Sepakat, saya penggemar mas Goen dan mbak Hezra pokoknya (^_-)

Anonim mengatakan...

hailah...ndak bisa nulis puisi? saya ndak percaya....coba aja prosa mas arief dipenggal-penggal menjadi baris-baris pendek..hehe

Anonim mengatakan...

Setiap orang kan memiliki karakter masing2, begitu juga dalam menulis. Nurutku kalau mas Arif memang gak pinter nulis puisi, tapi tulisan mas Arif sangat berkarakter dalam bentuk cerpen ataupun true story..gaya bahasanya sangat bagus...

ika rahutami mengatakan...

gitu ya kategori puisi? aku kalo nulis puisi juga apa yang dirasa dan terlintas aja hehe..
btw aku dek jaman semono, pernah juara nulis puisi di sma ku, terus pernah ikut lomba baca puisi..
kalo inget lucu aja.. teriak dan bersemangat kayak pejuang 45

Anonim mengatakan...

tulisanmu juga indah kok, rief. ngapain juga bikin puisi kalo cerpenmu juga bagus

tapi utk prosa dan puisi ini sepertinya ada juga yg terjebak sekedar merangkai kata2 indah tanpa diikuti makna yg kuat

pembaca mungkin akan segera terpesona melihat pilihan kosakata rancak dan alunannya yg pas, tapi belum tentu ada makna dalam di baliknya alias kosong aja

yg pasti menurutku, tulisanmu indah dan bermakna. aku juga ikut belajar dr tulisan2mu ini. terutama menyimak kosakatamu dan bagaimana kau membiarkan mereka mengalir luwes dan elegan sampai ke muara...halah!

*eh, tapi napa cerpen2mu cuma nukilan. kalo diposting semua kepanjangan ya? kadang bacanya jadi rada nggantung krn gak komplit*

Arief Firhanusa mengatakan...

@Untuk G: satu lagi yang bikin saya salut buat Mas Goen dan Hezra, kedunya nulis dengan satu risiko berat: 'tidak menarik'.

Tidak menarik (dalam tanda kutip), karena dua org ini menulis 'untuk dirinya sendiri', dalam artian tak mengandung informasi apa-apa kecuali kegelisahan, atau gelinjang hati, atau sesuatu yang meremas-remas jiwanya.

Mereka tak peduli naskahnya dibaca orang atau tidak, yang penting telah menuang sesuatu di kertas.

Karakter mandiri seperti ini tak semua orang bisa melakukannya, tapi toh baik blog Heszra maupun Mas Goen disambangi banyak orang dan dikomentari. Ini yang menurut saya luar biasa.

@Untuk MBAK ERNUT: opo iya tho Mbak? Aku malah ragu loh, hihihihihi ... **tersipu-sipu**

@Untuk EMBUN PAGI (Iyas): Ah, gombal ah, :p

@Untuk Mbak IKA RAHUTAMI: Iya ya, dulu istilahnya itu deklamasi. Tapi melihat foto-foto di blog Anda, Mbak, saya makin yakin bahwa Anda ini emang deklamator, haha ...

@Untuk NITA: Ilmu padi sedang kau jalani, Nit. Terus terang dan sesjujur jujurnya, aku pernah sangat mengagumi tulisanmu, terutama saat menyeret pembacanya untuk sedih, takjub, maupun gembira!

Arief Firhanusa mengatakan...

Tambahan dikit untuk NITA:

Emang sengaja ditahan sampai batas "nukilan". Kalau dituang seluruhnya tar kepanjangan, meski ada fasilitas "READ MORE".

Saya punya konsep blog "sekali baca habis di halaman yang sama", alias enggak bersambung. Pertama, karena malas melakukan seting; kedua, rasanya kok nyusahin pembaca lantaran kudu bolak-balik halaman, meski ada fasilitas "OPEN LINK IN NEW TAB".

Dulu saya punya blog lain yang melulu cerpen isinya, di Wordpress. Tapi jarang di-ip date, jadi dah rusak sana-sini.

goresan pena mengatakan...

Rasanya saya tak pernah mengatakan kalau yang saya tulis adalah puisi..tapi, kalau ada yang menganggapnya begitu, alhamdulillah...ah, mas Arief ini menyindir yah...justru saya yang iri.. tulisan Mas banyak di muat dimana-mana...sementara saya? menulis hanya untuk catarsist...

but hey....
ternyata saya dirasani yah dengan mas arief dan Mbak G?
heheheh...tapi, kalo' di rasani yang bagus2 gini...mau lagi dunk...haks...

Tapi, Mas...sungguh terima kasih yang sangat banyak...untuk menjadi sahabat di blog ini...awal saya menulis, tak pernah menyangka bakal punya teman seperti mas arief dan yang lain yang blog nya keren2...