Search

3 Nov 2009

ELANG DARI GOENOENG


SIANG meretas naik ketika elang itu menukik. Wahai angin, mengapa kabarmu mendadak begitu rupa?

Rindu pada angin, rindu pada gelegak samudera. Rindu ini memecahbelah kepala, menautkannya pada sebuah perahu yang terseret ombak dan onak.

Kami bercengkerama. "Jangan di beranda!" Ujar saya seraya membimbingnya ke ruang tamu, mengenalkannya pada hembus angin keluarga saya.

Lalu bernyanyilah sonata. saya menatap elang di matanya, di bawah gerai rambut yang selalu begitu dari waktu ke waktu. "Saya perlu puisi, saya butuh sandaran hati," ucapnya lirih, menyenandungkan kenangan kafe dan sesendok gula.

Puisinya mengajak saya berkelana, dari Yunani hingga Rusia, dari Jogja hingga Blora, dari Pati tempat kelahirannya, hingga Banyumanik tempat ia menetas dan menyemburat.

Puisi pula yang menyambit aorta darah saya, mengalirkan benih-benih bugenvil, menyiraminya hingga waktu tak terbatas. Saya tersentak karena tiba-tiba saya dibangunkannya persis ketika jendela itu terbuka dimana saya segera bisa menatap padang Savana melalui rongga udara.

Tak genap setengah jam kemudian elang itu terbang, kembali ke ujung Goenoeng ...


*Rindu bertalu buat Mas Goenoeng

6 komentar:

Ernut mengatakan...

minta kejelasan: ini maksudnya crita kopdar ya? hehe

vizon mengatakan...

dirimu merindukan goenoeng tho mas...? emang goenoeng-nya kenapa? jalan kemana dia? hehehe.. :D

Sekar Lawu mengatakan...

lagi bayangin, kalau satu hari Mas Arief kopdar sama Ernut nanti akan seperti apa ya tulisannya.....

The Bitch mengatakan...

so gay!

dyahsuminar mengatakan...

Oalaaah...menceritakan mas goenoeng to ??
mikirnya serius je..ternyata kopdar dengan mas goenoeng..

forex mengatakan...

mana burungnya yaa