Search

8 Jul 2008

Melawan Setan


SAYA biasanya tergeragap bukan oleh azan subuh. Umumnya saya terbangun oleh hiruk pikuk penjual air yang diangkut Super Carry bak terbuka, atau penjual sayur dan ikan asin. Tapi, tadi, suara Nasyuha – pelantun azan di masjid sebelah kantor – menyentak gendang telinga saya sehingga saya segera bangkit dari rebah lebih lambat ketimbang biasanya.


Alunan paling syahdu sepanjang saya menginap di kantor. Keindahan yang menguntit sejak saya tidur tengah malam. Rasa nyaman yang dibawa oleh arwah Ibu yang tadi malam hadir. Kehadiran yang tak disangka-sangka, dan selalu bersamaan ketika jiwa saya gundah.


Dalam mimpi, Ibu melarung saya ke ‘rumah’-nya di surga, mengajak anak sulungnya ini meniti pucuk-pucuk bambu, menggamit sepoi angin yang menyelinap dalam setiap aorta darah saya.


“Mengapa, nak, mengapa wajahmu pucat?” Ucap Ibu di sela lentik jari tangannya yang mengusap dengan seksama rambut saya.


“Hidup ternyata cuma petak umpet, Bu. Dimana-mana orang saling pura-pura, saling tikam dan mencederai. Kejujuran adalah sesuatu yang langka. Kebohongan menari-nari di depan mata, kebusukan mengelilingiku tanpa belas kasihan. Aku telah dijilati setan dengan segala pengaruh iblisnya.”


“Setan itu adalah dirimu sendiri, nak. Cobalah memperkokoh sisi putih hatimu agar sisi gelap tak bersemayam di sana.”


“Tapi aku tak tahan lagi, Bu.”


“Kau tak boleh kalah perang, anakku! Kibaskan jiwamu seperti samudera menghajar karang dengan gelombangnya.” Ucapnya saat perpisahan seraya membisikkan sesuatu pada saya tentang sebuah rahasia. Rahasia yang bakal terus saya simpan dalam relung paling dalam hingga ajal tiba.


Karang, bebatuan, kerikil, gelombang samudera, badai, angin topan, gempa dan bujuk goda setan alas roban, mari bertarung dengan saya!!!

4 komentar:

Anonim mengatakan...

nikmati tekanan hidup itu kang...
dengan konteks berbeda aku juga sedang under pressure...
tapi itu aku nikmati...
karena tekanan itu bersumber dari pilihanku sendiri...
so far...
aku enjoy menikmati tekanan itu...
tentunya tetap dengan tak lupa untuk selalu berserah kepada-Nya...
sebelumnya aku minta maaf sebesar2nya...
tapi jujur aku bilang...
apa yang sampeyan tempel tadi pagi...
itu bukan menyelesaikan masalah...
malah nambahi masalah...
dan itu justru membuat sampeyan jadi semakin tertekan...
ahh...
tentunya sampeyan lebih pahamlah soal menghadapi beginian...
sampeyan jauh lebih tua dan dewasa ketimbang aku yang cenderung ceplas ceplos dan meledak ledak...
ok kang...
ayo bangkit bareng bareng...

Arief Firhanusa mengatakan...

@5430
Wah, thanks attensinya sat. Tulisan panjangmu di atas menyirami bunga yang hampir layu

Anonim mengatakan...

Seberat tekanan itu akan menjadi ringan jika dipikul secara bersama.
Buat apa sih kita menyerah pada nasib. Nasib itu bukan akhir segala sesuatu. Karena nasib dapat diubah.
Persiapkan hati dan pikiran. Langkah masih panjang. Persiapkan segala sesuatu untuk masa depan.

Veni mengatakan...

Waaa mas arief... lingkungan kerja v juga seperti itu. Udah susah payah dipelihara, eh ternyata kita memelihara ular yang mematuk diri kita sendiri. Bete banget..