PIA menatap cemara lewat kaca. Kupu-kupu mengepak perlahan, hinggap beberapa depa dari kusen jendela. Saat itulah gerimis menitik.
Hatinya sedang meradang. Tadi pagi ia memergoki Papa memasuki toko berlian di Citraland Semarang, bersama perempuan. Perempuan sebaya Tante Windra, menggelayut dekat dan lekat.
Ia ingin mengadu pada Mama. Tapi lidahnya kelu. Nanti akan terjadi cekcok lagi seperti dulu ketika ada nama Martina, perempuan yang membuat Papa tergila-gila dan mendorong Mama ingin bunuh diri. Pia memilih diam saja seraya menahan ngilu di dada.
***Hatinya sedang meradang. Tadi pagi ia memergoki Papa memasuki toko berlian di Citraland Semarang, bersama perempuan. Perempuan sebaya Tante Windra, menggelayut dekat dan lekat.
Ia ingin mengadu pada Mama. Tapi lidahnya kelu. Nanti akan terjadi cekcok lagi seperti dulu ketika ada nama Martina, perempuan yang membuat Papa tergila-gila dan mendorong Mama ingin bunuh diri. Pia memilih diam saja seraya menahan ngilu di dada.
DIOLESKANNYA lipgloss. Lamat-lamat. Kemudian mematut, menyisir, mengepaskan dress court ke lempengan tubuhnya. Sejam ia di depan kaca. Tetapi sembilu menguntit kemanapun napasnya terhembus. Rasa percaya diri itu musnah sudah.
Ia pencet keypad Bluberry tatkala klakson menyalak di depan pagar. Daniel!
Di kabin BMW seri M Class, Pia murung. Daniel menjumput sulur rambut kekasihnya, melempar pertanyaan "kenapa". Pia hanya menggelengkan kepala. Isak itu tak terbendung akhirnya.
Pia mengurung diri di sudut taman, meninggalkan dentum house music pesta ultah Rosemary, karibnya, di ruang sebelah. Daniel sibuk membujuk. Melingkarkan lengan di leher Pia, mengajak sang pacar memandang rembulan, menelisik angin, dan mengapung di awan.
Malam begitu jahanam. Pia roboh dalam aroma pesta gila, berenang dalam kelam cairan yang ia tenggak secara bertubi-tubi serta sejumlah suntikan di lengan. Ia lupa segalanya, mengapung dalam sentakan-sentakan purba, menggelepar dalam raung serigala yang menguarkan jerit perempuan dalam pelukan papa. Ia tertawa. Makin membahana tatkala air api menggelar permadani.
Daniel merangkul. Memapahnya menuju surga dengan api yang menjilat-jilat. Mengajaknya sekarat ...
gitu doank? mosok cuman segitu doank?! ga trima!
BalasHapusJadi ingat film Jadul...
BalasHapusBadai pasti berlalu? hmm lupa deh. Kekacauan rumah tangga yang sama setiap jamannya. Tapi semakin ke sini semakin vulgar dan sadis.
hhhhhhhh......ngga ngerti deh
Mantab lah ini bang!!
BalasHapus*menjura*
mas arief, inikah gambaran realitas kehidupan anak muda sekarang ? karena ayah selingkuh, ibu ingin bunuh diri, si anak menjadi seperti si gadis dalam tulisan ini ? aah...semoga tidak...!
BalasHapusseharusnya, mengutip istilah yang imelda bilang, "kekacauan rumah tangga" tidak harus menghancurkan masa muda sekaligus masa depan seorang anak.
ada pia..ada daniel..eh, daniel??
BalasHapusohh..bukan..bukan...
(ga jd koment ttg nama akh..)
..
mas, saya suka cerita ini..
cerita dengan ending yang masih menyisakan tanda tanya, seperti apa kelanjutan kisahnya.
menurut saya, ending tulisan ini bisa menjebak..
bisa saja yang membaca, termasuk saya merasa kalau anggota keluarga itu tercarut marut hidupnya, tapi.. belum tentu kan?
hehe.. tulisan yang ngajak mikir..
mas arief banget tuh.. hihi..
aha.. saya mulai sok tau yah?
Orang-orang yang tak berdaya. Tak berdaya menghadapi kenyataan. Pia tak berdaya menghadapi ulah ayah, mama tak berdaya menghadapi kenyataan bahwa memperistri papanya Pia adalah pilihan, papa tak berdaya menghadapi godaan yang melintas di depan mata.
BalasHapusSungguh pikiran yang kikir!
Menginspirasi banget mas arief. enak dibaca dan pilihan kosa katanya oke punya. salam kenal.
BalasHapusbanyak kayak pia disekitar kt. ini korban jaman, ataukah dekadensi moral mulai merajalela? tapi jg jangan salahkan pia ini dan pia-pia laennya krn menurut saya papanya juga bersalah, atau bahkan mamanya yang ga pintar mengelola rumahtangga.
BalasHapusini kisah beneran atau rekaan mas?
Hei-hei, kok cuman pendek gn ceriteranya? endingnya kaya apa jd penasaran neh. tp ngga papa ding, oke Begete. mampir ke blog saya mas.
BalasHapusCerita yg sangat mini, tp padat dengan makna.
BalasHapusMasalah seperti ini secara umum ada di setiap kota, bahkan desa seperti kampung kami. Cuma mungkin skalanya saja yang berbeda.
BalasHapusSaya pikir bukan masalah kota besar atau kota kecil penyebab problem rumit seperti ini, tapi bagaimana orang-orangnya membawa dan menjaga diri.
Salam kenal dari orang dusun di Purwodadi.
fim-film atau sinetron sering ada crita kayak gini. tp ini emang realita kok ya, banyak papinya menyeleweng anaknya yg kena getahnya. ayo pada tobat
BalasHapusesumpah. gag nendang... sama skali gag nendang!
BalasHapushidup sehat tanpa narkoba, perselingkuhan, dan sayang suami/istri.
BalasHapuscerita yang menggantung, membuat pembacanya penasaran seperti apa lanjutannya..
BalasHapussetelah terjilat api terus gimana????
BalasHapushhhhhhh penasaran mode on..
(orang tua..tepatnya perilaku orang tua...sangat menentukan perilaku anak...)
aku turut larut dlm kesedihan Pia. banyak temen di sekitarku punya masalah sperti itu. Salut mengangkat kisahnya meski pendek banget. lain kali yang agak panjang dong mas. peace!
BalasHapusaduh mas, lama banget aku engga mampir blogmu. banyak ketinggalan neh. makin keren aja.
BalasHapusYupi, tabik dan salut dg cerita-cerita yg menggantung. serasa disuruh nyari jawaban sendiri endingnya.
BalasHapusPa kabar mas, sori lama ngga berkunjung.