Search

27 Mar 2008

KOMITMEN & KONSISTEN


SERING kita mendengar ucapan pejabat tentang suatu masalah. Namun di kemudian hari muncul tindakan yang sangat tidak sesuai dengan apa yang pernah ia ucapkan.

Bukan cuma pejabat, kawan, kita pun (termasuk saya dan istri saya) tak luput dari itu. Umpama kita mengajari anak kita, kalau makan harus duduk dan pakai tangan kanan. Nah, ketika anak kita sudah terbiasa tertib, siap-siap saja kita yang jadi sumber pengamatan dia. Kalau kedapatan kita makan sambil berdiri, siap-siap saja kena semprot dari anak kita sendiri.

Yang pertama, sikap yang kita tanamkan itu disebut komitmen. Sedangkan pelaksanaanya, yang awalnya harus dilatih dan diingatkan selalu, itu adalah konsistensi. “Komitmen dan konsisten” memang dua kata yang bukan berakar dari bahasa Indonesia atau Melayu, sehingga lebih mudah diucapkan dibanding dipraktekan.

Komitmen lebih kepada hasil kesepakatan bersama, yang kemudian menjadi semacam “aturan” meskipun bisa jadi aturan tersebut hanya terbatas pada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Rule of the game, only the one who join to the game.

Konsistensi atau dalam istilah lain disebut istiqomah, adalah sikap yang senantiasa menjaga dan menjalankan komitmen yang sudah disepakati dan dipahami. Sampai kapanpun dan dimanapun, dalam kondisi apapun, selama komitmen tersebut mengikat pada “game” yang dimainkan.

Saya cermati, masalah-masalah yang muncul dalam masyarakat kita umumnya bersumber dari dua kata tersebut yang tidak dijalankan dengan benar, atau setidaknya tidak tersampaikan dengan benar.

Masalah lalu lintas, misalnya, sudah ada komitmen menggunakan helm standar, kendaraan lebih kecil, pejalan kaki didahulukan. Tapi rule tidak tersampaikan secara maksimal, karena pengguna jalan lebih suka memiliki SIM ‘tembakan’, jadi tidak merasakan sulitnya ujian untuk bisa mengetahui, memahami dan mengikuti aturan main. Celakanya, penegak hukum merasa nyaman dengan ‘peluru nyasar’ dari ‘tembakan’ SIM tersebut. Gayung bersambut dalam persekongkolan Un-commit and Un-Consist.

Buat saya, sangat tidak mudah untuk komitmen dan konsisten. Terutama dalam hal konsisten atau istiqomah. Sebagai manusia wajar memiliki kelemahan dan kekurangan. Yang tidak wajar adalah ketika kelemahan dan kekurangan justru menjadi tunggangan dalam pembenaran terhadap tindakan Un-Commit & Un-consist.

Konsisten sama dengan istiqamah, artinya teguh dan berkesinambungan terhadap suatu hal. Keteguhan pada prinsip, atau pun untuk hal-hal sepele, adalah garansi kesuksesan. Konsisten, konsistensi, adalah kata lain untuk tidak mencla-mencle!

26 Mar 2008

DEWI PERSIK


DUA hari lalu saya menerima e-mail dari Mbak Fatmawati (saya biasa memanggilnya Mbak Fatma). Dia kakak kelas saya di kampus, dan kini sukses mengelola salah satu perusahaan advertising besar di Semarang. Suami Mbak Fatma, Mas Gepeng (nama aslinya saya lupa), dulu menwa kampus dan sangat ditakuti.

Apa isi surat tersebut? Di bawah ini saya kutip sesuai aslinya, dan Mbak Fatma tidak keberatan suratnya saya muat di blog saya.

Dik, pa kabar? Kapan-kapan mampir ke kantor yah. Sombong banget si sekarang! Mas Gepeng kemaren naek haji. Ada dikit makan-makan, tp sampeyan engga ada walau udah aku undang. Duh, susah deh urusan sm org penting, hehehe.

Ini loh dik, aku tu mo curhat. Tentang dewi persik itu. Itu loh, kok norak banget ya sekarang? Dulu aku seneng dia krn centil dan suaranya serak2 manis, kayak Winona Ryder. But skarang Masya Allah, susah deh, aku sampe ngurut dada waktu dia bilang pejabat2 di Tangerang busuk2. Brarti Rano Karno termasuk dong …

Menurutku si dewi ini lagi stress. Atau lagi nyari2 jatidiri tapi enggak dapet-dapet. Aku tuh curiga dia nonjok pemuda yang ditayangkan tv itu karena udah diatur. Dia stel atau bayarin tuh cowok agar pura2 meraba SS-nya, trus dia berlagak ga trima, lalu pura2 nempeleng. Udah diatur tuh, mas gepeng juga setuju.

Dewi ini waktu aku baca-baca di internet emang aslinya org kampung yg gila publikasi. Kukira dia cere gitu dr syaiful jamil jg mungkin krn butuh publikasi supaya goyang gergajinya makin laris.

Mo goyang dombret atau gergaji si bagiku engga masalah, mo ngapain atau tereak-tereak jg ngga ada yg ngelarang. Tp kalo udah dicekal trus nantang2 pejabat tangerang itu ya ngga bener. Inul aja dicekal di sana-sini ga pernah ngumbar tantangan, tp justru banyak yg ngedukung. Salut deh buat Inul.

Wislah dik, tar malah nambah2 dosa krn ngrasani orang. Tapi kita2 yang dididik spy kritis kayaknya kok ngga nerima ya ada situasi macem gini. Ya udahlah. Slamet apa aja ya dek. Salam buat istrinya. Mas gepeng kangen tuh ma sampeyan. Kapan mo maen ke rumah? Wis yo dik.

Salam

Mbak Fatma”

19 Mar 2008

TUKUL


KUL,

Tadi malam saya melihat Sampean begitu lelah. Kantung mata Sampean tampak menonjol, dan mendadak Sampean tidak lucu lagi.

Sampean begitu repot dan menanggung beban menghadapi empat janda, Meriam Belina, Dewi Persik, Nunung Srimulat, dan Mak Iyah. Sampean mati-matian improvisasi – dengan misalnya menaruh tangan di bawah selangkangan Peppy ketika Peppy hendak duduk di lengan kursi Sampean – tapi tadi malam Sampean tetap tidak lucu.

Saya pernah memuji Sampean karena punya banyak energi. Membayangkan Sampean harus syuting live (minus “Empat Mata” edisi Jumat dan Senin yang siarannya direkam) saja saya sudah capek. Durasi 1,5 jam tiap malam (dikurangi slot iklan yang saya perkirakan setengah jam) mampu Sampean lewati dengan haha-hihi.

Sampean juga mendapat banyak pujian dari orang lain. Taruh Rano Karno yang jujur mengakui Sampean cerdas, mengingat Rano pernah mengalami kecapekan luar biasa tatkala merangkap-rangkap jabatan dalam Si Doel Anak Sekolahan, menjadi sutradara, produser, sekaligus pemeran utama.

Beberapa pihak juga setali tiga uang. Mereka menganggap sampean mahal harganya (tak salah, kan, kalau saya menyebut angka Rp 20 juta peredisi besar honor Sampean?), sekaligus aset yang sulit didapat.

Tetapi belakangan Sampean sering tidak lucu lagi karena mengulang materi yang sama, kelucuan yang tak beranjak, serta improv yang mubazir seperti mengajak dialog para penonton di area mini bar. Tak salah jika wajah Sampean sering memerah karena ‘terpojok’ justru oleh guyonan para bintang tamu, sehingga Sampean segera memungkasinya dengan: “Kembali ke laptoop …” yang tidak cerdas itu.

Kul, saya termasuk penggemar Sampean. Saya tak bosan-bosannya menonton “Empat Mata". Saya tak peduli di stasiun lain ada sepakbola, sinetron Kasih, atau tontonan asyik dan mendidik seperti "Kick Andy".

Namun, Sampean perlahan-lahan menjadi ‘budak’ iklan, menjadi pemuas siapapun yang masih penasaran ingin menyaksikan “Empat Mata” dari Studio Trans7, menjadi bemper stasiun televisi yang kemaruk menggaruk pendapatan!

Kul, saya kasihan sama Sampean …

15 Mar 2008

AYAT AYAT CINTA


AYAT AYAT CINTA tak lebih Ghost, Titanic, Pocong, Catatan Si Boy, Kuch Kuch Hotahai, Harry Potter, Lord of The Ring, The Killing Field, Spider-Man, Batman Begin, atau hal-hal fenomenal lain.

Sebab itu, ketika orang-orang sibuk berjejal antre di depan loket, saya memilih sibuk mengunyah roti di Excellso, sebuah kedai kopi nan gurih di depan mulut Bioskop Citra di Citraland Semarang, bersama Mas Johar, Sekum Pengda PSSI Jateng, beberapa hari lalu.

Saya tak anti Ayat Ayat Cinta. Terserah tetangga hingga keponakan saya yang lulus SMA saja belum, sibuk membicarakan film ini. Saya juga tak kenal Habiburrahman Saerozi, pengarang novel Ayat Ayat Cinta, apalagi punya silang sengketa.

Saya hanya ingin bilang, segala yang berbau tren, saya ogah menjamah. Dulu sejumlah teman menindik kuping, saya mual. Kemudian kawan-kawan memakai Lee Cooper, saya senang jins yang nggak terkenal. Sepatu Doc Martin begitu digilai teman-teman saya saat kami kuliah, tapi saya cukup nyaman dengan sepatu merek dekil.

Boleh dikata saya antikemapanan. Di sebuah komunitas yang anggotanya perlente (dengan baju model junkies plus sepatu yang ujungnya lebar), saya cuek saja masuk dengan jins ala saya ditambah sepatu yang harganya mungkin tak jauh dari 50 ribu rupiah.

Tren itu sesungguhnya – paling tidak menurut saya – hanya akan memunculkan korban. Tahun 90-an ada istilah KDM, alias Korban Demi Moore. Hampir seluruh perempuan di Indonesia memotong pendek rambutnya dengan semiponi, gara-gara Demi Moore begitu cantik ketika bermain di film Ghost. Seorang kawan mengaku tersedu-sedu ketika menonton Kasih, sinetron RCTI yang membosankan karena ceritanya diulur-ulur hingga karatan itu!

Kembali ke Ayat Ayat Cinta. Saya mencoba mengukur ‘kehebatan’ film ini dari berbagai sisi. Kemungkinan besar ia nongol ke permukaan di tengah gelombang film-film remaja yang ‘najis tralala’, atau Sundel Bolong yang tak lagi menakutkan, atau sinetron yang murah meriah dan sampah.

Lalu munculah Ayat Ayat Cinta yang (konon) beda. Beda angle-angle-nya, beda setingnya, beda ceritanya, beda sutradara, atau beda-beda lainnya.

Saat Ayat Ayat Cinta beredar, saya sempatkan nonton The Holiday, dibintangi Cameron Diaz dan Kate Winslet, dalam perjalanan bus patas Semarang-Solo. Sebuah komedi romantis dan sederhana. Holiday hanya mengisahkan wanita-wanita gelisah gara-gara dikibuli pacar-pacarnya.

Tetapi, selalu saya temukan hal-hal baru, kreatif, dan cerdas dari film-film garapan para sineas Amrik sono, terutama ketika meracik alur cerita dan membuat kejutan!

14 Mar 2008

PRAMUGARI


PRAMUGARI masih profesi yang dikagumi. Paling tidak ia menempati strata tertinggi dalam deret pekerjaan yang melibatkan perempuan macam sekretaris, asisten, bahkan mungkin dokter.

Boleh jadi, ‘kasta’ tinggi ini didapat pramugari lantaran pekerjaannya yang penuh tantangan, hebat, atau mungkin karena mereka mencari sesuap nasi di awang-awang. Gayanya tatkala melintasi gerbang pun oke punya. Berderet tiga orang, para pramugari sok anggun dengan koper kecil yang ditarik menyusuri lantai. Langkahnya bergegas seolah sepasukan marinir menuju kancah perang. Ia pun tak melewati gerbang detektor, tapi melintasi pintu tersendiri. Bayangkan kalau salah satu di antara mereka menyelipkan alat picu bom waktu!

Tetapi di kabin pesawat mereka rata-rata berubah menjadi robot, baik saat menyambut penumpang di pintu pesawat, maupun ketika menyuruh penumpang yang lalai mengaitkan sabuk pengaman.

Cara kerja mereka sungguh hapalan dan teks book, seolah apa yang ia lakukan cuma berdasar buku atau literatur yang pernah ia baca di sekolah-sekolah pramugari. Mereka miskin sentuhan human dan alfa makna sense of belonging, sebagaimana ketika mereka membaca teks instruksi pengenaan seat belt atau baju pelampung dan meminta penumpang mematikan handphone.

Ada sejumlah maskapai yang pramugarinya berakrab-akrab dengan penumpang. Tapi itu karena maskai ini menjual suvenir macam parfum dan jam tangan. Setelah ber-haha-hihi, mereka kembali seperti robot!

Yang saya ceritakan di atas adalah pramugari di maskapai domestik. Bagaimana dengan pesawat-pesawat internasional?

Beberapa kali saya menumpang Singapore Airlines (SQ). Pramugarinya ramah dan tersenyum ikhlas. Mereka menanyakan kepada penumpang mau menu apa, daging atau ayam. Penumpang pun serasa di rumah sendiri, dengan ‘PRT’ yang siaga melayani majikan.

Korea Airlines pun demikian. Sudah mereka cantik dengan balutan seragam khas Korea, cara melayaninya pun oke banget. Setiap kali mereka melintasi kursi penumpang, senyum menebar. Perasaan menjadi tenteram. Ketakutan nanti pesawat bakal nyungsep ke laut pun sirna dengan sendirinya.

Oleh sebab itu, saya pernah sangat kagum dengan seorang rekan yang mengirim SMS berbunyi begini: “Bro, gue dapat kenalan pramugari waktu kemarin gue ke Medan. Kaga percaya? Neh nomor hapenya!”

Pasti teman saya itu punya pelet!

13 Mar 2008

MAAG


PALING tidak dalam dua bulan terakhir saya lima kali diserang maag. Serbuannya bisa kapan saja. Bahkan tak jarang tengah malam. Saya nyaris putus asa lantaran berulangkali menghambur ke dokter pun gangguan itu tetap saja hadir.

Tapi tak ada kata terlambat untuk berobat. Setelah mencari-cari referensi, saya mendapatkan beberapa hal yang membuat saya optimis maag ini segera sirna. Berikut adalah satu artikel di Harian Republika edisi 7 Agustus 2005.


Sakit
maag -- kerap juga disebut radang lambung -- bisa menyerang setiap orang dengan segala usia. Pada keadaan yang cukup parah, radang lambung dapat menimbulkan perdarahan (hemorrhagic gastritis) sehingga banyak darah yang keluar dan berkumpul di lambung. Satu saat, penderita bisa muntah yang mengandung darah.


Ada sejumlah gejala yang biasa dirasakan penderita sakit maag seperti mual, perut terasa nyeri, perih (kembung dan sesak) pada bagian atas perut (ulu hati). Biasanya, nafsu makan menurun secara drastis, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, dan sering bersendawa terutama dalam keadaan lapar.

Menurut dokter Rino A Gani SpPD-KGH, berbagai hal bisa menyebabkan terjadinya sakit maag. ''Penyebabnya banyak,'' tutur spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta ini. Namun biasanya, kata dia, penyakit maag terjadi karena dua hal, yaitu gangguan fungsional kerja dari lambung yang tidak baik dan terdapat gangguan struktur anatomi. Gangguan fungsional berhubungan dengan adanya gerakan dari lambung yang berkaitan dengan sistem syaraf di lambung atau hal-hal yang bersifat psikologis. Gangguan struktur anatomi bisa berupa luka, erosi, atau bisa juga tumor.

Dalam berbagai literatur disebutkan, pola makan tidak teratur dapat menimbulkan gejala sakit maag seperti perih dan mual. Hal itu terjadi karena lambung memproduksi asam -- disebut asam lambung -- untuk mencerna makanan dalam jadwal yang teratur. Bahkan, saat tidur pun lambung tetap saja memproduksi asam walaupun tak ada makanan yang harus dihancurkan.

Asam lambung sangat diperlukan untuk membantu pencernaan. Tanpa asam lambung, makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat tercerna dengan baik, sehingga zat-zat gizi tidak dapat diserap secara optimal oleh tubuh. Asam lambung dalam jumlah seimbang memang diperlukan tubuh. Tapi jika berlebihan akan menimbulkan penyakit. Produksi asam lambung biasanya meningkat pada saat tubuh memerlukannya, yaitu ketika makan. Sebaliknya, pada saat tubuh tidak memerlukan, produksi asam lambung akan menurun kembali.

Karena itu, jadwal makan yang tidak teratur kerap membuat lambung sulit beradaptasi. Bila hal ini berlangsung terus-menerus, akan terjadi kelebihan asam dan akan mengiritasi dinding mukosa lambung. Rasa perih dan mual pun muncul.

Selain pola makan tak teratur, penyakit maag juga bisa disebabkan oleh stres. Hal ini dimungkinkan karena sistem persyarafan di otak berhubungan dengan lambung, sehingga bila seseorang mengalami stres maka bisa muncul kelainan pada lambung. ''Dalam hal ini, terjadi ketidakseimbangan,'' tuturnya.

Perlu Anda tahu, stres bisa menyebabkan terjadinya perubahan hormonal di dalam tubuh. Nah selanjutnya, perubahan itu akan merangsang sel-sel di dalam lambung yang kemudian memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri, perih, dan kembung. Lama-kelamaan, hal ini dapat menimbulkan luka pada dinding lambung.

Kurangi Makanan Asam dan Pedas

Untuk mengatasi penyakit maag ini, Rino menyarankan untuk mengurangi konsumsi makanan yang dapat mengganggu lambung. Seperti apa makanan yang bisa mengganggu lambung? Di antaranya adalah makanan yang terlalu asam dan pedas. Rino juga menyebut beberapa jenis makanan yang bisa membentuk gas sehingga mengakibatkan perut kembung, seperti ubi dan nangka.

Selain itu, Anda pun mesti mengenali beberapa hal yang perlu diwaspadai berkait dengan sakit maag. Misalnya, kata Rino, gejala sakit maag yang baru timbul di usia 40 tahun atau sakit maag yang sudah diobati berulang kali namun tidak kunjung sembuh. Bila hal ini terjadi, dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter. ''Kemungkinan ada luka di lambung atau bisa saja tumor,'' tuturnya. Karena itu, waspadalah.

Bisakah sakit maag disembuhkan? Tentu saja bisa, asal penderita mau mengubah pola hidup dan rajin berkonsultasi pada dokter. Menurut Rino, maag fungsional dapat disembuhkan bila penderita menerapkan pola makan dan tidur yang teratur. Selain itu, harus pula menghindari stres. Penderita sebaiknya juga melakukan latihan fisik secara teratur sesuai kemampuan. Latihan fisik yang cukup dan teratur akan membuat tubuh menjadi bugar dan sehat. Selain itu, olahraga juga dapat menghindarkan stres.

Sementara itu, untuk meredakan rasa sakit akibat penyakit ini, penderita bisa mengonsumsi obat sakit maag yang biasanya mengandung antasida. Obat ini berguna untuk menetralisir asam lambung. Namun, bila rasa sakit tak kunjung reda, sebaiknya segera berobat ke dokter agar dapat diketahui penyebabnya. (*)


12 Mar 2008

INGIN JADI SPIDER-MAN


“KALAU boleh tahu, dulu Mas Arief cita-citanya jadi apa?” Tanya seorang peserta Seminar & Workshop Jurnalistik Fakultas Teknologi Industri UPN Yogya, Minggu (9/3) lalu.

Tentu saya kaget. Pertanyaan itu melebar. Tapi tak masalah, saya harus menjawab. Mau tahu apa yang ingin saya katakan? “Saya ingin jadi Spider-Man!”

Tapi jelas saya tak mengucapkan jawaban kanak-kanak tersebut. “Cita-cita saya dulu ingin jadi sastrawan, paling sial jadi penulis. Lulus SMA saya didaftarkan ke Akpol oleh Bapak. Saya tidak sreg. Untung saya buta warna sehingga ditolak,” kata saya.

Keinginan jadi Spider-Man itu sesungguhnya tidak main-main. Waktu kecil saya senang mengkhayal. Ada-ada saja keinginan saya. Sehabis baca komik Batman, saya ingin jadi Batman. Setelah baca novel Wiro Sableng, saya ingin jadi pendekar. Sesudah nonton film Superman, saya sangat ingin bisa terbang.

Saya bayangkan, kalau saya Superman maka saya bisa menyetop kereta yang mau tubrukan, atau menyambar balita yang meluncur deras dari lantai 5 mall, atau mengangkat ambulance yang terjebak kemacetan sehingga lekas sampai rumah sakit.

Tapi gara-gara Superman itu bukan manusia bumi, saya beralih pengin banget jadi Spider-Man. Manusia Laba-laba ini hanya perlu menyamar, lalu melepas baju, kemudian berayun-ayun sawang untuk memburu copet. Sayangnya Semarang itu panas. Saya bayangkan betapa gerahnya memakai baju rangkap-rangkap. Lagipula di Semarang juga tak banyak gedung pencakar langit. Masa Spider-Man bergelantungan di pohon?

Toh ‘cita-cita’ jadi Spider-Man itu tak lekang hingga sekarang. Sekuel film Spider-Man saya tonton berulang-ulang, dan tak bosan! Betapa terharunya menyaksikan Peter Parker yang diperankan Tobey Maguire itu sukses menggulung rampok. Hati ini juga ikutan bungah ketika Peter akhirnya menikahi Mary Jane Watson (yang diperankan dengan apik oleh Kirsten Dunst) dalam Spider-Man 3.

Kisah-kisah kepahlawanan sangat mempengaruhi saya. Ketika sudah dewasa kini, saya membayangkan jadi Harrison Ford dalam Air Force One. Saya juga pernah menitikkan airmata saat menyaksikan Damon Wayan begitu perkasa dalam film Independence Day, atau Wesley Snipes yang jagoan di Passenger 57. Pokoknya semua hal yang berakhir happy ending dan di sana muncul pahlawannya membuat saya terisak-isak.

Tak hanya itu, kadang-kadang saya juga membayangkan jadi vokalis. Menyanyi di depan banyak orang yang sangat mengagumi suara saya ketika melantunkan Dealova, Still Got The Blues, atau Forever and One.

Saya pengkhayal? Benar! Sifat itu yang amat membantu saya lancar menulis cerpen …

11 Mar 2008

MENANGIS


SAYA termasuk golongan orang cengeng. Menyaksikan pengibaran bendera 17-an saja kerap menitikkan airmata. Ada sejumlah acara televisi yang membuat saya terisak-isak, umpama “Tolooong..” atau “Bedah Rumah” yang pernah diudarakan RCTI dan SCTV itu.


Pagi tadi kelenjar airmata saya juga tersentak tatkala dua mobil pemadam kebakaran melintasi Jalan Sriwijaya, saat saya berhenti di lampu merah di belokan menuju kantor. Dua hal yang membikin saya terharu, pertama kebergegasan para petugas dengan mengebut mobilnya menuju kebakaran (yang hingga saya ketik catatan ini belum saya ketahui dimana kebakarannya); kedua, itikad baik para pengguna jalan raya yang serentak minggir kala PMK mau melintas.


Kepedulian terhadap musibah ternyata masih ada di dada warga negeri ini. Tetapi, beberapa tahun silam, ada seorang pemuda yang terpaksa saya damprat lantaran ia tak memberi jalan pada sebuah ambulance yang bergegas melesat membawa orang yang (mungkin saja) mendekati ajal jika tak segera ditangani medis.


Itu terjadi di Jalan Siliwangi, di jalur padat menuju bundaran Kalibanteng. Yang lain sudah minggir, tapi mobil mewah ini cuek saja menghalangi ambulance di lampu merah menuju Bandara A Yani. Saya dekati kacanya, lalu saya ketuk jendela. Ia membuka kaca dan melongokkan kepala. Dari balik kacamatanya ia tampak kaget bercampur marah, tapi saya tak peduli.


“Bisa minggir nggak, Mas!” Kata saya sambil melotot sembari saya tunjuk ambulance persis di belakangnya. Mungkin merasa diperintah, dia acuh tak acuh.


Di rumah, ia boleh juragan, tetapi di sini pria itu harus menjadi manusia yang beradab! “Minggir!!” Teriak saya galak sambil saya tendang pintu BMW-nya. “Sampean budeg, ya? Minggir nggak!” Akhirnya dia minggir, demi melihat orang-orang di sana juga memandangnya dengan marah.


Saya mungkin tergolong orang yang cengeng. Tetapi saya tidak menangis ketika melihat tayangan televisi yang menceritakan seorang bandit ditembak polisi lantaran berusaha kabur …

10 Mar 2008

KEMATIAN ADALAH TIDUR YANG PANJANG


Batu hitam di atas tanah merah
Di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Syurgalah di tanganmu, Tuhanlah di sisimu
Kematian adalah tidur panjang
Maka mimpi indahlah engkau

*dipetik dari lirik lagu "Camelia IV",
ciptaan Ebiet G Ade

(Pak Agus, airmata kami mungkin belum cukup untuk membasuh kesedihan Anda. Tapi percayalah kami akan terus berada di sisi Anda dalam suka maupun duka)

6 Mar 2008

TUHAN TERLALU BAIK


TUHAN mungkin terlalu baik pada saya.

Tahun 1992, saya mengemis pekerjaan pada Arswendo Atmowiloto. Di ruang Pemred Majalah Hai, Arswendo menerima saya dengan wajah tanpa ekspresi, dan bahkan nyaris tanpa mengalihkan tatapannya ke dua komputer untuk sekadar menyimak sekilas wajah saya yang memelas. Mungkin ia sedang merampungkan novel Senopati Pamungkas, atau cerpen, atau sekadar mengetik surat untuk pacar.

Ia sebenarnya cukup ‘bermurah hati’. Saya disuruh menyerahkan berkas lamaran ke seorang perempuan (lupa namanya, tapi besar kemungkinan nama yang ia sebut adalah sekretarisnya), tapi dengan embel-embel kalimat yang saat itu menyinggung perasaan saya: “Kamu kuat angkat-angkat, kan? Pekerjaan kamu nanti di gudang.”

Saya berniat protes. Tapi ada rasa takut. Arswendo pada saat itu sangat terkenal. Saya membaca buku-bukunya, termasuk Mengarang Itu Gampang, sejak SMA. Jujur, bisa bertemu Arswendo merupakan berkah tersendiri. Sayangnya saya masih cukup udik untuk menerima kenyataan bahwa menjadi wartawan – seperti yang saya inginkan sebelum menemui Arswendo itu – butuh ijasah dari kampus, sedangkan waktu itu kuliah pun saya baru semester 4. Saya pun pulang ke Semarang.

Empat tahun kemudian, saya diterima BOLA, sebuah perusahaan yang seatap dengan Hai, di Kelompok Gramedia. Saya akhirnya begitu akrab dengan Palmerah, tempat kerajaan Kompas berdiri. Sebuah situasi yang berbalikan 180 derajat dari mimpi empat tahun sebelumnya. Tuhan memang pemurah!

Tuhan juga turut campur tangan terhadap nasib saya hingga detik saya menulis ini. Banyak hal saya dapatkan, begitu berlimpah kesempatan, sungguh bejibun karunia saya cecap.

Ia juga menunjukkan hal-hal gaib dan ajaib. Beberapa kali di depan saya ada kecelakaan lalu lintas – bahkan sebagian merenggut nyawa --, seolah Ia ingin mengatakan bahwa batas antara hidup dan mati itu tipis. Seakan Ia mau berkata bahwa saya dipilih untuk menjadi saksi atas kebesaran-Nya.

Tahun 1987, nyawa saya hampir melayang. Sebuah bus menyeret saya sepanjang 40 meter, dengan posisi tubuh saya dihimpit sepeda motor. Motor itu tersangkut di kolong bus tersebut, dan sopirnya tak bisa mengerem lantaran remnya blong. Saat akhirnya bus itu berhenti, salah satu bannya berada di beberapa sentimeter menjelang batok kepala saya. Saya tidak mati!

Terima kasih, Tuhan, matur nuwun. Saya berjanji lebih dekat kepada-Mu.

3 Mar 2008

KISAH TENTANG KESABARAN


PEKAN lalu saya menerima email dari Panji. Dia ini anak SMA di Magelang yang entah takdir apa yang mengaturnya, dalam rentang beberapa bulan terakhir sering berkirim surat. Ia mengaku pembaca setia Bolamania, tempat saya bekerja, dan mengaku pula cocok berdiskusi dengan saya.


Dalam suratnya Panji mengatakan, ia sangat marah pada sang ayah. “Bagaimana enggak marah, Mas, Bapak menjanjikan saya sepeda motor. Ia telah menetapkan tanggalnya, kapan kami ke dealer untuk mengambil Jupiter MX. Saya girang bukan kepalang. Tak tahunya, pagi pada hari H, mendadak Bapak mengabarkan bahwa pembelian motor ditunda sebulan lagi. Padahal saya sudah berangan-angan naik motor itu melintasi gerbang sekolah menuju parkir, di bawah tatapan kagum teman-teman,” ujarnya dalam surat.


Saya tercenung. Membaca berulang-ulang surat Panji, menaksir-naksir kadar kekecewaannya, dan perlahan saya mengembara ke belasan tahun lalu tatkala saya SMA.


Saya memahami rasa gonduk dalam dadanya. Itu mengapa saya tak gegabah membalasnya dengan kalimat yang justru tak memotivasi. Saya bilang begini dalam surat yang saya kirimkan: “Mungkin kamu harus sabar, Nji, karena betapapun jengkelnya kamu, tentu Bapak punya alasan menunda pembelian Jupiter.”


Apa jawabnya keesokan hari? “Sabar gimana maksud Mas? Saya sudah cukup sabar karena selama bertahun-tahun naik turun angkot. Saya merasa dikerjai oleh Bapak. Apa enggak ada rasa kasihan sih melihat saya berkeringat? Lagian di sekolah saya punya prestasi, dan motor itu akan saya gunakan untuk kepentingan sekolah, bukan untuk pamer belaka.”


Memahami anak seusia Panji itu bukan mudah. Saya sengaja tak membalasnya lagi, karena menurut saya cukup bagi saya mengatakan “sabar”, sebab ayahnya tentu bukan bajingan yang seenak perut memain-mainkan perasaan anaknya. Pastilah karena kebutuhan mendadak, sehingga ia tak membawa uang cukup untuk pembelian motor dalam waktu dekat.


Dua hari kemudian, Panji mengirim surat lagi. Nadanya berbeda. “Mas, pagi tadi saya menemukan sesuatu yang membuat saya merasa sangat berdosa karena menekan Bapak agar segera membelikan motor. Bapak sakit keras. Baru saya tahu bahwa ia sakit gula, sehingga perlu baginya untuk berobat. Berobatnya menggunakan duit yang harusnya untuk membelikan saya motor. Sejauh ini Ibu juga baru tahu kalau Bapak sakit gula. Saya menangis di bibir pembaringan tatkala Bapak berusaha untuk tersenyum. Ia menenteramkan hati saya dengan mengatakan bahwa pembelian motor tetap sesuai jadwal, yakni akhir Maret, padahal sebenarnya ia amat memerlukan uang untuk pengobatan berikutnya ... “


Entah mengapa, saya sangat ingin memeluk ayah Panji, kendatipun saya sama sekali tak mengenalnya ...